Menurut Kantor Berita ABNA, di tengah menggeliatnya media-media berita berbasis blog, yang cenderung tendensius mengabarkan peristiwa-peristiwa utamanya di Timur Tengah sejak kemunculan kelompok-kelompok teroris yang hendak menjatuhkan Bashar Asad di Suriah dan menyebarkan secara massif propaganda negatif mengenai Suriah dan Iran khususnya upaya penanaman kebencian dan permusuhan terhadap Iran dan Syiah, Kementerian Budaya & Bimbingan Islam (Ministry of Culture & Islamic Guidance) Iran mengundang empat delegasi dari pihak pers dan media berita nasional Indonesia [Kompas, Republika, Kantor Berita Antara, dan Majalah Informatika] untuk berkunjung ke Iran dan melihat langsung fenomena dan masyarakat Iran dari dekat termasuk untuk membangun kerjasama yang lebih erat dalam bidang budaya dan media antara Indonesia dan Iran.
"Makin kuat hubungan budaya dua negara, makin luas kerjasama yang dapat dijalin. Sebagai sesama negara berpenduduk Muslim, Iran berharap hubungan budaya dan kerjasama media dengan Indonesia dapat meningkat. Diplomasi budaya amat penting dalam hubungan dua negara." ungkap Dr Intizhami, Wakil Menteri, Kementerian Budaya & Bimbingan Islam (Ministry of Culture & Islamic Guidance) Iran kepada sejumlah jurnalis Indonesia yang berkunjung ke Teheran, Rabu [4/3] dalam rangka memenuhi undangan tersebut. Didampingi Dirjen Media Asing, M. Mansour Koushesh, Intizhami juga menyatakan perlunya penguatan kerjasama media di masing-masing negara. Pertukaran koresponden antarnegara juga bisa membendung munculnya gerakan-gerakan ekstrim model ISIS, seperti yang terjadi di sebagian negara Timur Tengah belakangan ini.
Adanya berita yang sahih dan akurat yang saling dipertukarkan di antara negara-negara berpenduduk Muslim itu pada gilirannya akan memudahkan media mendapatkan informasi yang tidak bias atau diperlintir, sehingga masyarakat masing-masing negara mendapatkan manfaat yang lebih besar. Ketika ditanya wartawan mengenai kelompok minoritas di Iran, Intizhami menjawab bahwa, semua kelompok minoritas yang ada di negaranya dilindungi undang-undang.
"Dalam konstitusi Iran tercatat secara jelas adanya perlindungan terhadap kelompok minoritas," katanya.
“Jangankan saudara kita yang Muslim Sunni, di Iran ini bahkan minoritas seperti Nasrani dan Yahudi pun memiliki wakil di parlemen. Mereka punya empat kursi di parlemen," tambahnya.
Iran memiliki penduduk sekitar 78 juta, dan Februari lalu baru memperingati ulang tahun revolusinya yang ke-36. Di Iran terdapat suku bangsa Persia, Baluchi, Arab, Afghan, Kurdi, Afshar, Azeri, Qajar, Hazara, dan lain-lain. Selain Islam, sebagian kecil penduduk Iran menganut agama Kristen, Armenia, Assiria, Zoroaster dan Yahudi. Di antara mayoritas Muslim, ada mayoritas Muslim Syiah, dan minoritas Sunni seperti orang Arab, Kurdi, Turki dan Baluchi.
Adapun penganut Islam Syiah, mayoritasnya adalah penganut Syiah Itsna'asyariah (12 Imam) yang merupakan salah satu mazhab Islam tertua, tetapi ada juga beberapa sempalan mazhab Syiah yang kecil-kecil dan tersebar di seluruh negeri.
Tidak seperti yang dituduhkan sebagian pihak, menurut Intizhami, kedua kelompok Muslim Syiah dan Sunni selalu hidup berdampingan secara harmonis. Bahkan kedua ulama selalu duduk bersama pada pengambilan keputusan tertentu di level tinggi.
Menurutnya, karena keduanya sama-sama pemeluk Islam, penganut Sunni dan Syiah harus selalu duduk bersama. "Termasuk dalam upaya menghadapi ancaman seperti yang terjadi di Irak, yang mana dilakukan kelompok Takfiri," tambahnya sebagaimana diberitakan Detiknews [8/3] yang dilaporkan Syafiq Basyri Assegaf, jurnalis, penulis buku dan pengamat Timur Tengah yang turut hadir dalam pertemuan tersebut.
Selain menjalankan sejumlah agenda pertemuan di Tehran dengan lembaga-lembaga pers setempat termasuk menandatangani MoU kerjasama media antar kedua negara, sejumlah jurnalis Indonesia tersebut juga mengunjungi kota Qom, 135 km dari kota Tehran dan turut menyelenggaraan shalat Jum’at di kompleks Haram Sayyidah Maksumah di jantung kota Qom Jum’at [6/3]. Setelah shalat Jum’at dan bertemu dengan Ayatullah Araki, ulama besar Iran yang menjabat Ketua Lembaga Internasional Pendekatan antar Mazhab-mazhab Islam, para jurnalis Indonesia tersebut juga mengunjungi kediaman Imam Khomeini semasa menetap di Qom dan masjid Jamkaran yang juga terletak di kota para Mullah tersebut.
Kedatangan jurnalis Indonesia melihat dekat geliat kehidupan masyarakat Iran, bukan pertama kalinya. Tahun 2011, jurnalis Indonesia bersama dengan ratusan jurnalis lainnya dari 40 Negara-negara Islam hadir di Tehran dalam pembentukan organisasi Persatuan Pers Dunia Islam (The Press Union of Islamic World/PUIW) yang berlangsung Sabtu (29/10/2011), di Teheran. Dari pertemuan tersebut ditunjuk, M Jafar Mohammadzadeh Jurnalis Iran sebagai ketua pertama Persatuan Pers Dunia Islam. Turut hadir dalam peremuan tersebut, Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat Margiono, Pemimpin Redaksi Harian Republika Nasihin Masha, Teguh Santosa dari Rakyat Merdeka.Com dan Wakil Sekretaris Redaksi Kompas Mohammad Nasir.
0 komentar: