1. Mazhab Syiah Imamiyah Itsna Asyariah, yang juga dikenal dengan sebutan Mazhab Ja’fary, sekarang ini tergolong sebagai mazhab yang besar dalam jajaran kaum muslimin dan memiliki banyak pengikut. Diperkirakan, jumlah mereka kurang lebih seperempat dari jumlah seluruh kaum muslimin. Sejarah kemunculan mazhab ini memiliki akar yang panjang, yang bermula dari awal kemunculan Islam. Kemunculan mazhab ini bersamaan dengan turunnya firman Allah Swt dalam surat al-Bayyinah:
Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh, mereka adalah sebaik-baik penghuni bumi. (al-Bayyinah: 7)
Sewaktu ayat ini turun, Rasulullah saw kemudian meletakkan tangan mulia beliau ke pundak Ali bin Abi Thalib as seraya bersabda,
“Wahai Ali, Engkau dan Syiah (pengikut)mu adalah sebaik-baik penghuni bumi.”
Pada saat kejadian itu berlangsung, banyak sahabat Rasul saw ikut hadir di tempat itu dan menyaksikannya.[1]
Semenjak saat itulah kelompok tersebut –yang dinisbahkan kepada Imam Ja’far al-Shadiq karena mengikuti fikih beliau– disebut dengan Syiah.
2. Pengikut mazhab ini dapat dijumpai dengan jumlah yang sangat besar di beberapa negara seperti Iran, Irak, Pakistan, dan India. Mereka tersebar dengan jumlah yang tak sedikit pula di berbagai negara Teluk Persia, Turki, Suriah, Libanon, Rusia, dan negara-negara pecahan (bekas) Uni Soviet. Mereka pun tersebar di negara-negara Eropa seperti Inggris, Jerman, dan Prancis. Keberadaan mereka juga dapat dijumpai di Benua Amerika, Benua Afrika, dan negara-negara Asia Timur. Di negara-negara tersebut, mereka mendirikan banyak masjid, pusat-pusat kajian ilmiah, budaya, dan sosial.
3. Para pengikut mazhab ini terdiri dari ber-bagai macam kewarganegaraan, keturunan, bahasa, dan warna kulit. Mereka hidup berdampingan dengan saudara-saudara mereka sesama muslim dari berbagai kelompok dan mazhab, dengan penuh kasih sayang dan kedamaian. Mereka saling menolong dalam setiap kesempatan dan persoalan, dengan penuh keikhlasan dan kejujuran. Semua itu didasari atas firman Allah Swt:
Sesungguhnya (sesama) orang-orang beriman adalah bersaudara. (al-Hujurat: 10)
Juga firman Allah:
Dan saling tolong-menolonglah dalam perbuatan baik dan ketakwaan. (al-Maidah: 2)
Dan sabda Rasulullah saw,
Orang-orang mukmin bagaikan satu jasad. [2]
4. Sepanjang sejarah, para pengikut Mazhab Ja’fari menempati posisi yang amat mulia dan memukau dalam usaha membela Islam dan umat muslim. Sebagaimana mereka pernah memiliki beberapa pemerintahan dan negara yang digunakan untuk berkhidmat demi perkembangan budaya Islam, mereka juga memiliki banyak sekali ulama yang sangat berperan dalam memperkaya khasanah peninggalan Islam dengan menulis ratusan ribu karya tulis, baik kitab yang berukuran besar maupun kecil, dalam berbagai disiplin ilmu, seperti tafsir al-Quran, hadis, akidah, fikih, ushul fikih, akhlak, pengenalan dan klasifikasi haclis (dirayah al-hadis), pengenalan atas perawi hasis (ilmu rijal), filsafat, tata negara dan sosial kemasyarakatan, bahasa dan sastra, hingga disiplin ilmu kedokteran, fisika, kimia, matematika, astronomi, dan ilmu pengetahuan alam lainnya. Mereka juga memiliki peran amat penting dalam penemuan dan berdirinya banyak lagi disiplin ilmu lain. [3]
5. Mereka meyakini bahwa Allah Swt adalah Zat yang Tunggal dan Esa. Dialah tempat bergantung yang tiada beranak dan tiada pula dianakkan. Tiada satu pun kesetaraan bagi-Nya. Mereka menjauhkan dari Allah Swt kepemilikan akan bentuk (jism), arah, tempat, waktu, perubahan, gerak, naik, turun, dan segala atribut yang tak layak disifatkan kepada Allah Swt, Zat yang Mahasuci, Sempurna, dan Indah.
Orang-orang mukmin bagaikan satu jasad. [2]
4. Sepanjang sejarah, para pengikut Mazhab Ja’fari menempati posisi yang amat mulia dan memukau dalam usaha membela Islam dan umat muslim. Sebagaimana mereka pernah memiliki beberapa pemerintahan dan negara yang digunakan untuk berkhidmat demi perkembangan budaya Islam, mereka juga memiliki banyak sekali ulama yang sangat berperan dalam memperkaya khasanah peninggalan Islam dengan menulis ratusan ribu karya tulis, baik kitab yang berukuran besar maupun kecil, dalam berbagai disiplin ilmu, seperti tafsir al-Quran, hadis, akidah, fikih, ushul fikih, akhlak, pengenalan dan klasifikasi haclis (dirayah al-hadis), pengenalan atas perawi hasis (ilmu rijal), filsafat, tata negara dan sosial kemasyarakatan, bahasa dan sastra, hingga disiplin ilmu kedokteran, fisika, kimia, matematika, astronomi, dan ilmu pengetahuan alam lainnya. Mereka juga memiliki peran amat penting dalam penemuan dan berdirinya banyak lagi disiplin ilmu lain. [3]
5. Mereka meyakini bahwa Allah Swt adalah Zat yang Tunggal dan Esa. Dialah tempat bergantung yang tiada beranak dan tiada pula dianakkan. Tiada satu pun kesetaraan bagi-Nya. Mereka menjauhkan dari Allah Swt kepemilikan akan bentuk (jism), arah, tempat, waktu, perubahan, gerak, naik, turun, dan segala atribut yang tak layak disifatkan kepada Allah Swt, Zat yang Mahasuci, Sempurna, dan Indah.
Mereka juga meyakini bahwa Allah Swt adalah satu-satunya yang layak untuk disembah. Mereka yakin, segala hukum dan perundang-undangan haruslah bersumber dan bertumpu pada kebijakan Ilahi. Mereka pun yakin bahwa segala bentuk penyekutuan terhadap Allah Swt (syirik) –baik terang-terangan (jali) maupun tersembunyi (khafi)– merupakan sebentuk kezaliman teramat besar dan termasuk dosa besar yang tak terampuni.
Mereka mengambil semua (dasar) keyakinannya dari akal sehat yang sesuai dengan al-Quran dan hadis yang dijamin kesahihannya, dari mana pun sumbernya.
Kaum Syi’ah tiada mengambil keyakinan mereka dari hadis-hadis israiliyat (pengaruh ajaran Taurat dan Injil yang tidak lagi otentik) atau ajaran Majusi (Zoroaster) yang meyakini bahwa Allah Swt memiliki bentuk sebagaimana manusia (anthro-pomorphisme) dan menyamakan Allah Swt dengan makhluk, makhluk-Nya, seperti menyifati-Nya pernah berbuat lalai, zalim, sia-sia, dan sebagainya. Mahasuci Allah Swt atas segala yang mereka (kaum musyrik) sifatkan. Sebagaimana, mereka juga menyanclarkan dosa-dosa besar dan bermacam-macam keburukan kepada para nabi yang secara mutlak terjaga (maksum) dan suci dari segala perbuatan buruk.
6. Mereka meyakini bahwa Allah Swt Mahaadil dan Bijak, Pencipta segala sesuatu atas dasar keadilan dan hikmah; tiada mencipta apapun dengan kesia-siaan, baik benda mati, tanaman, hewan, manusia, langit, maupun bumi. Itu dikarenakan segala perbuatan sia-sia bertentangan dengan keadilan dan hikmah. Oleh karena itu, melakukan pekerjaan sia-sia bertentangan dengan-sifat ketuhanan. Sebab “menyifati” Tuhan dapat diartikan sebagai menetapkan segala bentuk kesempurnaan bagi Allah Swt dan menjauhkan segala macam kekurangan dari-Nya.
7. Kaum Syiah, meyakini bahwa Allah Swt –atas dasar keadilan dan hikmah-Nya– telah mengutus para nabi dan rasul bagi segenap umat manusia, semenjak awal penciptaan Adam di mukabumi. Mereka yakin, para nabi dan rasul memiliki sifat keterjagaan dari salah dan dosa (ma’sum) dan dibekali dengan ilmu yang luas, melalui anugrah khusus –berupa wahyu– dari Allah Swt. Semua itu, untuk memberikan petunjuk kepada umat manusia, dan sebagai sarana untuk membantunya agar dapat mencapai kesempurnaan sebagai tujuan akhirnya. Juga, sebagai pembimbing menuju ketaatan yang dapat menghantarkan manusia pada kenikmatan surgawi serta beroleh anugrah rahmat dan ridha Allah.
Dari sekian banyak para nabi dan rasul, terdapat beberapa individu yang lebih menonjol ketimbang yang lain. Mereka adalah Adam, Nuh, Ibrahim, Isa, Musa, dan nama-nama lain yang tercantum dalam al-Quran, ataupun hadis Nabi saw.
8. Mereka meyakini bahwa barangsiapa menaati Allah Swt dengan melaksanakan segala perintah dan perundang-undangan-Nya dalam segenap aspek kehidupan, niscaya akan selamat dan sentosa. Pribadi semacam itu akan mendapatkan pujian dan pahala dari Allah Swt, walaupun dia seorang budak hitam (yang dianggap hina). Sebaliknya, barangsiapa bermaksiat kepada Allah Swt, bersikap masa bodoh terhadap perintah-perintah-Nya, mempraktikkan selain hukum-Nya, niscaya akan merugi dan celaka. Pribadi semacam itu meski dia seorang bangsawan terhormat. Semua itu telah disebutkan dalam hadis-hadis sahih dari Nabi saw.
Mereka juga meyakini, bahwa waktu untuk menerima pahala dan siksa adalah pada hari kiamat kelak. Di sanalah akan terjadi proses penghitungan, penimbangan atas beban baik dan buruk, serta balasan surga dan neraka. Semua itu terjadi setelah berlalunya alam kubur (barzakh).
Adapun atas keyakinan tentang reinkarnasi (tanasukh) yang dianut oleh para pengingkar hari kiamat, maka para pengikut Mazhab Syiah dengan tegas menolak keyakinan tersebut dengan dalil bahwa itu bertentangan dengan al-Quran dan sunah Rasul saw.
9. Mereka yakin bahwa akhir dan penutup segenap nabi dan rasul adalah Rasulullah Muhammad bin Abdullah bin Abdul Mutthalib saw, nabi dan rasul yang paling utama dari sekian banyak nabi dan rasul. Beliau telah dijaga oleh Allab Swt dari segala bentuk kesalahan dan dosa, baik yang berkait dengan persoalan penyampaian risalah (tabligh) maupun selainnya. Beliau terjaga dari dosa kecil maupun besar, baik sebelum pengangkatan menjadi nabi maupun setelahnya. Kepada beliau, diturunkan al-Quran sebagai panduan hidup bagi seluruh umat manusia untuk selamanya. Beliau pun telah menyampaikan risalah, menunaikan amanat dengan penuh kejujuran dan keikhlasan, juga melaksanakan tugas di jalan tersebut tanpa pandang-bulu.
Dalam mencatat sejarah hidup, kepribadian, keadaan, keistimewaan, dan mukjizat Rasulullah saw, kaum Syiah menulis puluhan karya tulis dan pembahasan ilmiah. [4]
10. Mereka meyakini bahwa al-Quran adalah kitab suci yang diturunkan kepada Rasulullah Muhammad saw melalui malaikat Jibril as. Kemudian kitab suci itu dikumpulkan oleh beberapa sahabat besar Rasul saw, khususnya Ali bin Abi Thalib as, semenjak masa hidup Rasulullah saw. Proses penulisan tersebut berada di bawah perintah, bimbingan, dan pantauan Rasulullah saw.
Para sahabat itu kemudian menjaga, menghafal, mencermati setiap huruf, kalimat, ayat, dan suratnya dengan teliti. Lantas, nlereka mewariskan-nya secara turun-temurun kepada setiap generasi, hingga generasi kaum muslimin sekarang ini. Al-Quran itulah yang sampai detik ini dibaca oleh segenap kaum muslimin dari berbagai kalangan dan mazhab, siang dan malam. Al-Quran yang tiada perubahan di dalamnya, baik pengurangan maupun penambahan. Kaum Syiah, sekaitan dengan penetapan hal ini, menghasilkan banyak sekali karya tulis, baik yang ditulis secara ringkas maupun mendetail dan luas.[]
_____________________________
[1] Silakan lihat kembali penafsiran ayat tersebut dalam kitab-kitab tafsir semisal Tafsir Jâmi’ al-Bayan karya al-Thabari, Tafsir Durul Mantsur karya Allamah al- Suyuthi yang bermazhab Syafi’i, Tafsir Ruh al-Ma’ani karya al-Alusi al-Baghdadi yang juga bermazhab Syafi’i.
[2] Musnad Ahmad bin Hambal, jil. I, hal. 215.
[3] Lihat kembali dalam buku-buku seperti Ta’sis al-Syi’ah li uluum al-Syi’ah karya al-Shadr, kitab al-Zari’ah ila Tahshanif al-Syi’ah yang ditulis dalam 29 jilid karya Agha Buzurgh, kitab Kasyfu al-Dzunun karya Afandi, kitab Mu’jam al-Muallifin karya Kuhhalah, kitab A’Yan al-Syi’ah karya Sayyid Muhsin al-Amin al-‘Amili, dan kitab-kitab lainnya.
[4] Lihat kembali karya-karya seperti al-Irsyad-nya Syaikh Mufid, I’lam al-Wara bi A’lam al-Huda karya al-Thabarsi, ensiklopedia Bihar al-Anwar karya al-Majlisi, dan Mausu’ah al-Rasul al-Akram karya Sayyid Muhsin al-Khatami.
0 komentar: