Selasa, 17 Februari 2015

Bolehkah Mengambil Berkah (Tabarruk) Dari Orang-orang Saleh?

Unknown  |  at  Selasa, Februari 17, 2015  |  , , , , ,  |  No comments



Saleh bin Fauzan, salah seorang mufti Wahabi mengatakan bahwa perbuatan sujud di atas tanah apabila dilakukan dengan tujuan mengharapkan berkah dan kedekatan padanya maka hal tersebut merupakan kesyirikan yang akbar. Adapun jika perbuatan itu dilakukan dengan tujuan mendekatkan diri pada Allah swt. sambil meyakini keutamaan tanah tersebut – seperti tanah suci Masjidil Haram, Masjidin Nabi dan Masjidil Aqsa –maka hal itu adalah bid’ah… . [1]

Ibnu Fauzan menjelaskan tabaruk adalah meminta berkah yang berarti kebaikan dan tambahan, maka sudah barang tentu permintaan harus ditujukan kepada pihak yang memiliki berkah tersebut dan mampu untuk memberikannya, tiada lain yang demikian adanya hanyalah Allah swt. yang menurunkan berkah dan menjamin kelestariannya. Oleh karena itu tabaruk ke tempat suci, peninggalan, bahkan orang hidup atau mati adalah terlarang, sebab itu perbuatan syirik atau … .[2] 

Menurut Ibnu Atsimain, perbuatan mencari berkah dari kain Ka’bah dan mengusapnya adalah bid’ah dengan alasan tidak ada hadis dari Rasulullah saw. tentang hal ini. [3] Dewan Tetap Mufti-mufti Wahabi menetapkan bahwa perhatian masyarakat terhadap masjid-masjid yang ada dengan mengusap dinding dan mihrabnya serta berharap berkah darinya adalah bid’ah dan merupakan satu bentuk kesyirikan serupa dengan yang dilakukan orang-orang kafir pada zaman Jahiliyah. [4] Fatwa Bin Baz; meletakkan Qur’an di dalam mobil dengan harapan berkah adalah perbuatan yang tidak berasal, tidak berdalil, dan tidak disyariatkan. [5] 

Hanya saja, ketika ditimbang dan diselidiki lebih serius ternyata ada beberapa hal yang disepelekan dalam fatwa dan pernyataan di atas yaitu:

TABARUK MENURUT PANDANGAN AL-QUR’AN

Al-Qur’an menejelaskan bahwa Allah swt. memberi berkah kepada sebagian orang, ruang dan waktu, dengan sendirinya maka ayat-ayat yang berhubungan dengan berkah ini terbagi pada tiga kategori sebagai berikut:
A. Berkah dalam Person

1. Allah swt. berfirman tentang Nabi Nuh as. dan para pengikutnya:
قِيْلَ يَا نُوْحُ اهْبِطْ بِسَلَامٍ مِنَّا وَ بَرَكَاتٍ عَلَيْكَ وَ عَلَی اُمَمٍ مِمَّنْ مَعَكَ ﴿ هود: 48 ﴾

Artinya: “Hai Nuh, turunlah dengan selamat dengan (pertolongan) Kami dan beberapa keberkatan atasmu dan atas umat-umat yang bersamamu.” (QS. Hud: 48).
2. Allah swt. berfirman tentang Nabi Isa as.:
وَ جَعَلَنِيْ مُبَارَكًا اَيْنَ مَا كُنْتُ وَ اَوْصَانِيْ بِالصَّلَاةِ وَ الزَّكَاةِ مَا دُمْتُ حَيًّا ﴿ مريم: 31 ﴾

Artinya: “Dan Dia menjadikan aku orang yang diberkahi di mana saja aku berada, dan Dia memerintahkan aku shalat dan zakat selama aku hidup.” (QS. Maryam: 31).
3. Allah swt. berfirman tentang Nabi Musa as.:
فَلَمَّا جآءَهَا نُوْدِيَ اَنْ بُوْرِكَ مَنْ فِيْ النَّارِ وَ مَنْ حَولَهَا ﴿ النمل: 8 ﴾

Artinya: “Maka tatkala Musa mendatanginya, dia diseru bahwa telah diberkahi siapa yang di dekat api itu dan siapa yang berada di sekitarnya.” (QS. an-Naml: 8).
4. Allah swt. juga berfirman tentang Ahlulbait Nabi saw. atau Ahlulbait Ibrahim as.:
رَحْمَةُ اللهِ وَ بَرَكَاتُهُ عَلَيْكُمْ اَهْلَ الْبَيْتِ اِنَّهُ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ ﴿ هود: 73 ﴾

Artinya: “Rahmat Allah dan keberkatan-Nya atas kalian hai ahlulbait, sesungguhnya Dia Maha Terpuji lagi Maya Mulia.” (QS. Hud: 73).
B. Berkah dalam Ruang

1. Allah swt. berfirman tentang Mekkah:
اِنَّ اَوَّلَ بَيْتٍ وُضِعَ لِلنَّاسِ لَلَّذِيْ بِبَكَّةَ مُبَارَكًا وَ هُدًی لِلْعَالَمِيْنَ ﴿ آل عمران: 96 ﴾

Artinya: “Sesungguhnya rumah yang mula-mula didirikan untuk manusia adalah (Baitullah) yang ada di Mekkah yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia.” (QS. Ali Imran: 96).
2. Allah swt. berfirman tentang Masjidil Aqsha dan sekitarnya:
سُبْحَانَ الَّذِيْ أَسْرَی بِعَبْدِهِ لَيْلًا مِنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ اِلَی الْمَسْجِدِ الْاَقْصَی الَّذِيْ بَارَكْنَا حَوْلَهُ ﴿ الإسراء: 1 ﴾

Artinya: “Mahasuci Allah yang memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha yang Kami berkahi sekelilingnya.” (QS. al-Isra’: 1).

PANDANGAN FUQAHA AHLI SUNNAH

1. Fatwa Ahmad bin Hanbal: Ibnu Jamaah pengikut mazhab Syafii menceritakan Abdullah bin Ahmad bin Hanbal meriwayatkan dirinya bertanya kepada ayahnya perihal orang yang mengusap mimbar Rasulullah saw. dan berharap berkah dengan sentuhan dan ciumannya terhadap mimbar tersebut, dia juga melakukan hal yang sama terhadap kuburan dengan harapan pahala dari Allah swt., apa hukumnya? Ayahnya menjawab: tidak apa-apa. [6] Dalam kitab al-Ilal disebutkan kalau orang itu menghendaki kedekatan diri pada Allah swt. melalui perbuatan-perbuatan tersebut, ketika itu apa hukumnya? Ahmad bin Hanbal menjawab: tidak apa-apa. [7]
3. Fatwa Ramli Syafii: apabila seseorang mendapatkan kuburan nabi, wali, atau orang alim dan kemudian dia mengusap atau menciumnya dengan tujuan mencari berkah, maka ketahuilah perbuatan itu diperbolehkan. [8]
9. Al-Izami as-Syafii mengomentari perkataan Ibnu Taimiyah “Barangsiapa yang mengelilingi kuburan orang saleh atau mengusapnya maka dia telah melakukan salah satu dosa yang paling besar” sebagai berikut: Ibnu Taimiyah berkata tidak menentu, sesekali dia menyatakan perbuatan itu sebagai dosa besar, dan di lain kali mengatakannya syirik, dan terkadang pula menyebutnya salah satu hal yang serupa dengan itu. Sebetulnya para ulama, peneliti, dan fuqaha sudah sejak lama menyelesaikan pembahasan ini dan membukukannya beberapa abad yang lalu sebelum orang ini dilahirkan, tapi orang ini enggan untuk melakukan sesuatu kecuali menentang mereka semua, bahkan kemungkinan besar dia mengaku adanya ijma’ ulama dalam masalah yang dia katakan, padahal betapa banyak ijma’ yang sudah terjadi sebelum dia ada dan menentang perkataannya. Hal ini diketahui dengan baik oleh siapa saja yang menyelidiki perkataan dia dan perkataan-perkataan ulama sebelumnya atau bahkan juga ulama setelah dia yang menelusuri pendapat-pendapat ulama dan memiliki pemahaman yang benar serta budaya kritik yang sehat. Sebagai contoh perbuatan mengusap kuburan dan mengelilinginya yang sering dilakukan oleh muslimin pada umumnya, dalam hal ini ulama memiliki tiga pendapat: pembolehan secara mutlak, larangan secara mutlak tapi hanya sampai batas makruh yang berat dan tidak sampai batas haram, adapun pendapat yang ketiga adalah harus diperinci antara orang yang didominasi oleh kerinduan berat terhadap objek yang diziarahi dan tidak, adapun dalam kondisi pertama maka hilanglah hukum makruh tersebut, sedangkan untuk orang yang tidak didominasi oleh kerinduan tersebut maka hendaknya dia tinggalkan perbuatan itu. Kalau Anda perhatikan hal-hal yang digunakan Ibnu Taimiyah untuk mengkafirkan muslimin … semuanya kembali pada dua premis; premis mayornya benar yaitu semua ibadah kepada selain Allah swt. adalah syirik … adapun premis minornya salah yaitu semua panggilan terhadap mayit atau sesuatu yang gaib, mengelilingi atau mencium kuburan, menyembelih korban atau nazar untuk penghuni kuburan adalah ibadah kepada selain Allah swt. [9]
11. Syekh Ibrahim al-Bajuri as-Syafii: makruh hukumnya mencium dan mengusap kuburan kecuali dengan tujuan tabaruk terhadap mereka (penghuni kuburan), ketika itu maka tidak ada larangan makruh lagi. [10]
12. Syekh Adwi al-Hamzawi al-Maliki mengatakan tidak diragukan lagi bahwa perbuatan mencium kuburan mulia (Rasulullah saw.) tidak lain untuk mencari berkah dari beliau, maka jelas perbuatan itu lebih utama daripada diperbolehkannya mencium kuburan para wali dengan tujuan mencari berkah (yakni, kalau mencium kuburan walia saja diperbolehkan apalagi mencium kuburan Rasulullah saw. [11]

sanad:

1. Al-Muntaqo min Fatawa as-Syekh Sholeh bin Fauzan: jilid 2, hal. 86.

2. Al-Bidah: hal. 28-29.3. Majmu’ al-Fatawa li-Ibni Atsimain : no. 366.4. Al-Lajnatu ad-Da’imatu lil-Buhutsi al-Ilmiyati wa al-Ifta’i: 3091.5. Fatawa Islamiyah: jilid 4, hal. 29.6. Wafa’u al-Wafa’: 4/1414.7. Al-Jami’u fi al-Ilali wa Ma’rifati ar-Rijal: 3/32, no. 250.8. Dikisahkan oleh Syibromalisi dari Syekh Abi Dhiya’ (w. 1078) dalam kitab Hasyiyatu al-Mawahibi al-Laduniyah dan Kanzu al-Matholib lil-Hamzawi: 219.9. Furqonu al-Qur’an: 133. Al-Ghodir: 5/154.10. Syarhu al-Fiqhi as-Syafii: 1/276. Al-Ghodir: 5/154.11. Kanzu al-Matholib: 20. Al-Ghodir: 5/154. Masyariqu al-Anwar: 1/140.

Administrator

Seorang Muslim Syiah Imamiyah Itsna 'Asyariyah: Pecinta Rasulullah Saw dan Ahlulbaitnya dan Pecinta NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia). Ya Aba Abdillah! Hidup Indonesia!

0 komentar:

General

© 2015 Gen Syi'ah. WP Mythemeshop Converted by Bloggertheme9
Blogger Template. Powered by Blogger.