Sejak kemarin (12/2), media massa dan media sosial diramaikan oleh berita penyerangan terhadap
perumahan Az-Zikra milik Ustadz Arifin Ilham. Sayangnya, tanpa menggunakan cover both-side, tanpa menunggu aparat yang berwenang selesai menginvestigasi, tuduhan-tuduhan segera disebarluaskan. Bahkan seruan jihad melawan kaum Syiah menyebar di jejaring sosial. Situasi ini jelas sangat berbahaya. Untunglah, Menteri Agama dan Dirjen Bimas Islam mengeluarkan pernyataan tegas yang menenangkan umat.
perumahan Az-Zikra milik Ustadz Arifin Ilham. Sayangnya, tanpa menggunakan cover both-side, tanpa menunggu aparat yang berwenang selesai menginvestigasi, tuduhan-tuduhan segera disebarluaskan. Bahkan seruan jihad melawan kaum Syiah menyebar di jejaring sosial. Situasi ini jelas sangat berbahaya. Untunglah, Menteri Agama dan Dirjen Bimas Islam mengeluarkan pernyataan tegas yang menenangkan umat.
Peristiwa ini memang tak lepas dari konteks geopolitik global. Sejak empat tahun ke belakang, tepatnya sejak meletusnya gerakan penggulingan Presiden Suriah Bashar Asad, intensitas kebencian dan permusuhan terhadap para pengikut mazhab Syiah cenderung makin meningkat. Alasan yang mereka kemukakan, Asad didukung oleh Iran dan Hezbollah yang bermazhab Syiah. Ketika kaum oposisi Suriah tidak berhasil menjatuhkan Asad meski mereka dibantu oleh Amerika, Prancis, Turki dan rezim negara-negara Teluk Persia, demi mendapatkan simpati dari kaum Muslim di dunia, mereka pun meniupkan isu sektarian. Syiah menjadi sasaran yang paling mudah untuk dibidik. Hasilnya, puluhan ribu Muslim berdatangan ke Suriah untuk ikut bertempur melawan rezim Asad. Mereka merasa sedang berjihad, tanpa menghiraukan siapa sesungguhnya yang paling diuntungkan dari perang Suriah, yang tak lain adalah Israel.
Fenomena ini pun sebenarnya pengulangan sejarah. Saat terjadinya Revolusi Islam Iran pada tahun 1979 yang membuat takut rezim-rezim despotik Arab dan merugikan AS dan Inggris yang sekian lama menggerogoti kekayaan alam Iran, fitnah dan tuduhan palsu disebarluaskan. Saat itu digembar-gemborkan bahwa revolusi itu bukan Revolusi Islam, tapi Revolusi Syiah-Majusi. Sejarah terulang kembali, tapi pemainnya sama dan itu-itu juga: negara-negara Barat bersama para rezim Arab di Teluk Persia versus para penganut mazhab Syiah.
Kini, akibat dari konflik Suriah, ruang-ruang publik dan angkasa bumi Pertiwi menjadi sesak oleh cacian, olok-olok dan fitnah-fitnah yang kejam. Dari mesjid-mesjid besar hingga mesjid-mesjid kecil di gang-gang sempit; dari hotel-hotel berbintang sampai gedung-gedung pertemuan milik pemerintah maupun swasta; dari kampus-kampus hingga madrasah-madrasah diniyyah; dari televisi hingga radio; dari media sosial digital hingga buletin Jum’at. Puncaknya, terbitnya buku yang diklaim sebagai “buku MUI” yang isinya penuh fitnah terhadap mazhab Syiah dan terbentuknya ANNAS ( AliaNsi Nasional Anti Syiah) yang berpusat di kota Bandung Jawa Barat.
Di belahan dunia lain, serangan terhadap para pengikut mazhab Syiah lebih keras. Misalnya, televisi al Jazeera yang berpusat di Doha, ibu kota Qatar dalam acara mingguan, “ al Ittijâh Muâ’kis “ (pandangan yang berseberangan) sering menghadirkan nara sumber- nara sumber yang sangat anti Iran dan Hezbollah. Mereka bersama pembawa acara itu, Faishal al Qâsim, sering menyebut Republik Islam Iran dengan sebutan al Majûsi, al Shafawi, al Mujrim, Abu takfiriyyin (embahnya kaum takfiri), dan pencaplok empat ibu kota negara Arab yang Sunni (maksudnya, Baghdad, Beirut, Damaskus, dan Shan’a), dan mereka menyebut pemimpinmuqâwamah dan Hezbollah dengan Nashru Syaithân dan Hizbullâta (Lâta adalah nama patung kaum Quraisy pada zaman Jahiliyah). Ketika para relawan Irak dari berbagai klan (Sunni dan Syiah) bersama tentara Irak berhasil merebut kembali daerah-daerah yang dikuasai ISIS, mereka menyebut para relawan itu sebagai milisi Syiah yang telah membunuh kaum Sunni. Di Yaman, setelah kelompok al Houthi menduduki kantor pemerintahan Yaman dan membubarkan Dewan Parlemen tanpa pertumpahan darah, lalu mengajak semua komponen masyarakat Yaman untuk masuk ke dalam pemerintahan, media Barat dan Arab serempak menyebut mereka sebagai pemberontak yang mengkudeta pemerintah. Lagi-lagi Iran dan Hezbollah dituduh berada belakang peristiwa itu.
Siapa yang diuntungkan? Tentu saja Israel. Poros anti-Israel dan pembela Palestina semakin terisolasi, yaitu Iran-Suriah-Hizbullah. Salah satu buktinya, ketika Hezbollah terang-terangan bertempur dengan Israel, yang seharusnya menjadi musuh bersama umat Islam apapun mazhabnya, tak banyak dukungan dari dunia Islam. Media-media takfiri bungkam, atau bahkan melanjutkan fitnah. Perang terbaru Israel-Hizbullah didahului oleh penyerangan Israel terhadap para pejuang Hezbollah dan seorang jenderal Iran di Qunaitrah, Suriah. Hezbollah pun melakukan serangan balasan yang sangat keras dan membuat warga Israel sangat ketakutan. Namun apa kata kaum takfiri? Mereka menyebutnya sebagai sebuah sandiwara untuk mendongkrak popularitas Benyamin Netanyahu yang tengah berkampanye dalam pemilihan umum, dan juga untuk mendongkrak popularitas Hezbollah yang sudah turun tajam di mata masyarakat Arab dan kaum Muslimin sejak terlibat perang di Suriah. Yang lucu, ada sebuah situs salafi di negeri ini menyebutkan bahwa pihak yang menyerang enam pejuang Hezbollah dan satu jenderal dari Iran di Qunaitrah itu adalah Front al Nushrah, bukan Israel.
Akan sangat panjang bila kami membahas betapa kerasnya permusuhan dan fitnah yang telah menimpa penganut mazhab Syiah di Indonesia dan di dunia. Sedikit yang mau mempraktikkan firman Allah, untuk selalu ber-tabayun saat menerima berita. Jangan sampai kita mengorbankan orang lain, bahkan menumpahkan darah orang lain, karena berita palsu dan fitnah.
Terakhir, yang ingin kami tekankan, marilah kita melihat ‘pola’-nya. Siapa yang diuntungkan dari semua konflik ini? Di Indonesia, ketika umat terus-menerus disibukkan oleh konflik dan kebencian, siapakah yang tertawa? Silahkan Anda semua membaca berita-berita akhir-akhir ini. Kontrak-kontrak eksplorasi kekayaan alam kita, siapa yang mengurus? Kasus korupsi, siapa yang peduli? Perampasan ribuan hektar tanah rakyat oleh korporasi, siapa yang membela? Hampir tak ada, karena umat Muslim selalu mau disibukkan oleh fitnah dan adu domba. Karena itu, kedewasaan sikap sangat dibutuhkan dalam menghadapi adu domba yang mengancam keutuhan NKRI.
*penulis adalah alumnus Hauzah Ilmiyah Qom dan magister UIN Sunan Gunung Jati Bandung*
sumber : liputanislam.com
0 komentar: