Sabtu, 25 Oktober 2014

Di Balik Vonis Hukuman Mati Ayatullah Syeikh Nimr Baqir Al-Nimr

Administrator  |  at  Sabtu, Oktober 25, 2014  |  ,  |  No comments

Gen Syi'ah - Keputusan pengadilan Arab Saudi menjatuhkan vonis hukuman mati terhadap ulama Syiah terkemuka Sheikh Nimr Baqir Al-Nimr yang memicu reaksi keras dunia Islam, dan lembaga pembela hak asasi manusia. Di dalam negeri, warga kota Qatif mereaksi putusan pengadilan Saudi itu dengan turun ke jalan meneriakkan protes mereka. Demonstrasi luas di Qatif berlangsung di saat para analis memprediksi eskalasi protes masif di negara ini pasca vonis tersebut. Pengadilan pidana Arab Saudi pada hari Rabu (15/10) menetapkan vonis mati terhadap Syeikh Nimr Baqir al-Nimr dengan tudingan membantu teroris, memprovokasi perusuh dan melakukan kerusakan. Seluruh tudingan sepihak tersebut tidak pernah terbukti, dan pengadilan mengeluarkan keputusan vonis tersebut untuk melayani kepentingan politik rezim Al Saud.

Ayatullah Nimr Baqir al-Nimr ditangkap di kota Awamiya Pada 8 Juli 2012 lalu. Pihak kepolisian Arab Saudi mengklaim ketika menangkap ulama Saudi terkemuka itu di dalam mobilnya ditemukan senjata. Oleh karena itu mereka menembak Ayatullah Nimr hingga terluka. Tapi, para saksi membantah tudingan polisi Saudi tersebut. Menurut mereka, Sheikh Nimr tidak membawa senjata ketika ditangkap. Selama bertahun-tahun, ulama Syiah terkemuka Saudi ini menyampaikan protesnya secara damai. Beliau menyuarakan pembelaannya terhadap minoritas Syiah yang ditindas oleh penguasa rezim Al Saud. Ayatullah Nimr mengkritik korupsi yang merebak di kalangan penguasa Riyadh. Ulama Syiah ini menyuarakan demokrasi dan kebebasan serta keadilan di negara Arab itu.

Selama ini Ayatullah Nimr dikenal vocal menyingkap dekadensi moral penguasa negara-negara Arab di pesisir Teluk Persia, dan mempertanyakan transisi kekuasaan monarki Arab yang berpindah secara turun temurun dari ayah ke anak, maupun dari raja ke pangeran mahkota. Sebelum pengadilan Saudi menjatuhkan vonis hukuman mati kepada Sheikh Nimr, pemerintah Riyadh berulangkali menangkap dan menyiksa ulama yang menyuarakan penderitaan rakyat negara Arab di bawah tirani rezim Al Saud itu.

Di tingkat global, keputusan eksekusi mati terhadap Sheikh Nimr memicu reaksi dari lembaga internasional. Amnesti Internasional mengecam keras keputusan pengadilan pidana Riyadh, ibukota Saudi yang menjatuhkan hukuman mati terhadap Ayatullah Nimr. Menurut organisasi internasional itu, vonis ini menindas dan berbahaya. Amnesti Internasional menilai pengadilan atas Nimr banyak memiliki cacat, untuk itu organisasi internasional tersebut mendesak dicabutnya segera vonis hukuman mati yang dikeluarkan demi menumpas setiap oposan pemerintah Riyadh termasuk pembela hak asasi itu. Amnesti Internasional meminta pemerintah Saudi segera membebaskan ulama Saudi tersebut, dan mengakhiri praktek-praktek diskriminasi serta intimidasi sistematik terhadap kubu oposisi.

Para tokoh dari berbagai negara menyampaikan protes atas keputusan tersebut. Misalnya, Humam Hamoudi, wakil ketua parlemen Irak menuntut pencabutan hukuman mati terhadap Sheikh Nimr. Sheikh Humam Hamoudi hari Sabtu (18/10) mendesak pemerintah Arab Saudi memberikan hak kepada pihak oposan untuk menyampaikan pandangannya,dan Riyadh segera mencabut keputusan vonis mati terhadap Sheikh Nimr. Menurut politisi Irak ini, langkah pengadilan Arab Saudi menjatuhkan vonis mati bagi ulama Syiah juga menuai reaksi keras dari para pemimpin politik, tokoh masyarakat dan agama Irak. Sejumlah kubu memperingatkan Arab Saudi mengenai dampak dari pelaksanaan hukuman mati tersebut.

Transformasi terbaru di Arab Saudi menunjukkan rezim al-Saud yang berkuasa di negara ini tengah menghadapi masa depan yang suram dan tak jelas. Laman al-Sharq al-Awsat Lebanon mengungkapkan kondisi sulit rezim al-Saud menghadapi masalah sosial, politik dan keamanan di Arab Saudi. Sikap diskriminatif rezim al-Saud terhadap protes damai warganya sendiri, yang berlanjut dengan penangkapan dan vonis tak adil serta kondisi fisik sang raja yang memburuk membuat negara ini mengarah menuju masa depan yang tak jelas dan suram.

Situs ini menyinggung ancaman para teroris Arab Saudi yang kembali ke negaranya dari Irak dan Suriah terhadap lembaga Arab Saudi. Aksi destruktif kelompok teroris dari satu sisi, dan penumpasan terhadap demonstran dari sisi lain, membuat kondisi krisis di tubuh rezim Riyadh semakin serius. Menurut laman al-Sharq al-Awsat, para demonstran Arab Saudi memprotes kemiskinan yang mereka alami meski negaranya memiliki kekayaan minyak yang melimpah dengan meneladani aksi protes damai warga Bahrain. Selain itu, al-Sharq al-Awsat juga menyinggung perebutan kekuasaan di antara pangeran Saudi. Sejak tahun 2011, bertepatan dengan meningkatnya aksi protes damai rakyat menentang diskriminasi yang dilakukan rezim Al Saud, ratusan orang di negara ini ditangkap dengan alasan mengikuti demonstrasi damai.

Tampaknya, penangkapan dan eksekusi mati Sheikh Nimr bertujuan memberangus suara penuntut keadilan di negara Arab itu. Para pengamat menilai keluarnya vonis eksekusi mati terhadap Sheikh Nimr bertujuan politik, dan rezim Al Saud akan membayar mahal keputusan yang dampaknya tidak bisa diperkirakan tersebut.

Timur Tengah saat ini menghadapi berbagai krisis, dan keamanan kawasan semakin terancam dengan meningkatnya aktivitas kelompok-kelompok takfiri dan teroris. Kini orang-orang Saudi menjadi faktor utama munculnya krisis keamanan di kawasan. Berbagai laporan menunjukkan dukungan mereka terhadap kelompok-kelompok teroris di Suriah, Irak, Lebanon, Afghanistan dan Pakistan. Dengan cara itu, mereka berupaya mengarahkan transformasi regional demi kepentingan melanggengkan rezim monarki. yang didukung kebijakan negara-negara Barat. Tapi, dampak dari kebijakan ini justru berbalik arah menjadi bumerang bagi pemerintah Arab Saudi sendiri, dan sekutunya di kawasan, sehingga memaksa mereka untuk membentuk koalisi global anti-ISIS.

Arab Saudi selama ini merupakan sumber penyebaran terorisme takfiri di Timur Tengah, yang meluas ke kawasan lain. Rezim Al Saud ingin menguatkan posisi tawar Riyadh dan sekutunya, Israel, dengan menciptakan instabilitas di Suriah, Irak dan Lebanon, yang merupakan poros perlawanan menghadapi rezim Zionis. Saat ini kebijakan tersebut berbalik menyerang rezim Al Saud sendiri. Faktanya, masalah Timur Tengah berkelindan antara satu dengan yang lainnya saling berkaitan. Oleh karena itu, setiap peristiwa akan berpengaruh terhadap seluruh kawasan. Masalah keluarnya vonis eksekusi mati terhadap Sheikh Nimr Baqir al-Nimr tidak keluar dari kaidah ini.

Tampaknya, eksekusi mati pemimpin Syiah Saudi ini diprediksi akan menjadikan Arab Saudi sebagai poros transformasi regional. Keluarnya vonis tersebut akan menjadi percikan api yang menyulut protes luas lebih dari dua juta warga Syiah negeri petrodolar itu. Selama bertahun-tahun mereka diperlakukan sebagai "warga kelas dua" yang tidak memperoleh haknya, bahkan yang paling mendasar sekalipun, seperti kebebasan. Kini, apakah penguasa Al Saud sudah memikirkan dampak dari keputusannya yang akan menyulut krisis akut yang mungkin tidak dibayangkan sebelumnya? Ataukah, mereka tetap mengekor fatwa mufti Wahabi dan takfiri yang berambisi memberangus Syiah Saudi dengan memvonis mati Sheikh Nimr?

Sebagai Renungan:

Syaikh Nimr, orang berseban putih di gambar atas yang divonis hukuman mati. Sementara raja saudi, orang yang berkerudung putih di gambar bawah yang memutuskan hukuman mati terhadap Syaikh Nimr.

Administrator

Seorang Muslim Syiah Imamiyah Itsna 'Asyariyah: Pecinta Rasulullah Saw dan Ahlulbaitnya dan Pecinta NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia). Ya Aba Abdillah! Hidup Indonesia!

0 komentar:

General

© 2015 Gen Syi'ah. WP Mythemeshop Converted by Bloggertheme9
Blogger Template. Powered by Blogger.