Kamis, 23 Oktober 2014

Poin-poin Penting dari Kehidupan Imam Ali 'alaihissalam

Unknown  |  at  Kamis, Oktober 23, 2014  |   |  No comments

Poin pertama: Pada peristiwa badan syura yang beranggotakan enam orang dan dibentuk atas perintah Umar bin Khattab dengan tujuan untuk memilih khalifah setelah ia meninggal dunia, Abdurrahman bin ‘Auf, salah seorang kandidat tidak bersedia untuk dipilih dan akhirnya ia mengundurkan diri dari keanggotaan. Setelah itu, ia berpendapat agar kandidat khalifah hanya terdiri dari dua orang, yaitu Imam Ali a.s. dan Utsman bin Affan. Ia ingin membai’at Imam Ali a.s. dengan syarat ia harus menjalankan pemerintahan atas dasar kitab Allah, sunnah Rasul-Nya, “sunnah” (baca : metode) Abu Bakar dan Umar. Imam Ali a.s. menjawab: “Saya akan berusaha menjalankan pemerintahan atas dasar kitab Allah, sunnah Rasul-Nya dan metode saya sendiri”.

Ketika Utsman mendapat tawaran di atas, ia langsung menerima dan dengan mudah menjadi khalifah.

Poin kedua: Setelah Utsman bin Affan terbunuh, Imam Ali a.s., berdasarkan desakan mayoritas masyarakat kala itu, dengan terpaksa menerima khilafah. Situasi politik negara saat itu sangat tidak memihak kepadanya. Banyak problema yang muncul di sana-sini. Akan tetapi, dengan segala problema yang ada, ia telah berhasil mengadakan sebuah perombakan besar-besaran dalam bidang hak-hak asasi, ekonomi dan birokrasi. Dalam bidang hak-hak asasi, ia telah menghapus sistem perbedaan dalam memberikan santunan kepada anggota masyarakat dan menyamaratakan mereka dalam hal itu. Ia berkata: “Seorang yang hina adalah mulia dalam pandanganku jika aku harus menegakkan haknya dan orang yang kuat adalah lemah dalam pandanganku jika aku harus mengambil hak orang lain darinya”.

Dalam bidang ekonomi, ia telah merampas semua tanah dan harta yang telah diberikan oleh Utsman kepada golongan jet-set dan dibagikan secara merata kepada seluruh masyarakat. Ia berkata: “Wahai manusia, aku adalah dari kalian. Jika aku memiliki suatu harta, kalian juga memiliki harta yang sama, jika kalian memiliki suatu tugas, maka aku juga memiliki tugas yang sama. Aku akan membawa kalian menempuh jalan yang telah ditempuh oleh Rasulullah dan setiap yang diperintahkannya, akan kutanamkan di dalam lubuk hati kalian. Setiap tanah dan harta yang telah diberikan oleh Utsman kepada orang lain (dengan tidak benar) harus dikembalikan ke baitul mal. Sesungguhnya tidak ada sesuatu pun yang dapat membasmi kebenaran. Jika kutemukan harta yang telah dijadikan mahar perkawinan, budak dibeli dengannya atau harta yang (tidak diketahui asal-usulnya karena) telah tersebar di berbagai kota, akan kukembalikan ke tempat asalnya. Dalam keadilan tersembunyi sebuah ketenteraman, dan jika seseorang merasa terikat oleh kebenaran, maka kelaliman akan lebih mencekiknya”.

Dalam bidang birokrasi, Imam Ali a.s. telah melakukan dua hal penting: pertama, memberhentikan para wali kota yang telah ditentukan oleh Utsman, dan kedua, menyerahkan tampuk wali kota kepada orang-orang yang bersih dan bertakwa. Ia menunjuk Utsman bin Hanif sebagai wali kota Bashrah, Sahl bin Hanif sebagai wali kota Syam, Qais bin Ubadah sebagai wali kota Mesir, dan Abu Musa Al-Asy’ari sebagai wali kota Kufah. Berkenaan dengan Zubair dan Thalhah yang pernah menjabat sebagai wali kota Bashrah dan Kufah, Imam Ali a.s. menyingkirkan mereka dengan lemah-lembut. Imam Ali a.s. juga mencabut Mu’awiyah dari kursinya sebagai wali kota Syam, karena ia tidak ingin seorang yang kotor berkuasa atas masyarakat Syam. Sikap Imam Ali a.s. dalam situasi dan kondisi semacam itu adalah ia harus menyerang Mu’awiyah dan menyingkirkannya dari arena politik. Imam a.s. menganggap dirinya bertanggung jawab untuk membasmi segala unsur penentang ilegal yang diciptakan oleh Mu’awiyah dan kelompoknya.   Imam a.s. harus membersihkan semua unsur penentang, karena tugasnya adalah membersihkan masyarakat Islam dari segala penyelewengan. Dan hal ini sangatlah berat.

Dengan kata lain, faktor utama yang menyebabkan Imam Ali a.s. harus menyingkirkan Mu’awiyah dan berperang melawannya adalah karena aliran pemikiran yang dianutnya (yang dipoles dengan agama).

Dengan demikian, Imam Ali a.s. harus menghadapi dua realita pahit: pertama, ia harus menangani disintegrasi bangsa dan kedua, ia harus membasmi setiap penyelewengan dari dalam negara sebagai warisan yang telah ditinggalkan oleh pemerintahan masa lalu.

Dalam hal ini, usaha dalam meluruskan situasi negara yang sudah terlanjur krisis dan merampas kembali harta-harta yang berada di tangan para pengkhianat bangsa ia lakukan tanpa mengenal toleransi sedikit pun. 

Imam Ali a.s. berkata: “Mu’awiyah tidak pernah menjalankan Islam sepenuhnya, bahkan ia ingin melestarikan tradisi jahiliah ayahnya, Abu Sufyan. Ia ingin merubah eksistensi Islam dengan sebuah eksistensi yang lain dan masyarakat Islam dengan masyarakat yang lain. Ia ingin membentuk sebuah masyarakat yang tidak meyakini Islam dan Al Quran. Ia menginginkan khilafah diganti dengan sistem pemerintahan kaisar”.

Dengan adanya segala problema yang merintangi gebrakannya, Imam Ali a.s. tidak pantang menyerah. Ia tetap tegar memegang prinsip dalam membasmi para pemberontak yang menginginkan disintegrasi bangsa. Setelah pedang melukai kepalanya pun tetap menyiapkan pasukan yang siap tempur menuju Syam untuk membasmi golongan pemberontak tersebut.

Dengan ini, Imam Ali a.s. –-dalam pandangan muslimin yang sadar– satu-satunya orang yang mampu memerangi segala penyelewengan dan kezaliman yang telah mengakar di tubuh dunia Islam.

Di sini kami memilih ucapan-ucapan suci yang pernah diucapkan oleh Imam Ali a.s. semasa hidupnya dengan harapan semoga ucapan-ucapan suci tersebut dapat menjadi penerang hati demi menuju kesempurnaan insani.[]

Administrator

Seorang Muslim Syiah Imamiyah Itsna 'Asyariyah: Pecinta Rasulullah Saw dan Ahlulbaitnya dan Pecinta NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia). Ya Aba Abdillah! Hidup Indonesia!

0 komentar:

General

© 2015 Gen Syi'ah. WP Mythemeshop Converted by Bloggertheme9
Blogger Template. Powered by Blogger.