Sabtu, 25 Oktober 2014

Syi'ah adalah Simbol Perlawanan

Administrator  |  at  Sabtu, Oktober 25, 2014  |  ,  |  No comments

Gen Syi'ah - Para pembenci Syiah lupa pada fakta ini: Syiah tidak hanya sebuah mazhab dalam Islam. Sejak Revolusi Islam di Iran 35 tahun lampau, Syiah telah berubah menjadi sebuah simbol. Ya, simbol perlawanan.

Di mana-mana di dunia Islam, sosok Khomeini, Muthahhari dan Syariati menjadi ikon perlawanan atas hegemoni dan dominasi. Iran, dan belakangan Hizbullah di Lebanon yang juga berafiliasi dengan Syiah, melesat bak meteor menembus kebekuan gerak umat. Dunia Islam terguncang oleh retorika yang memancar dari revolusi Islam Iran, dan akhirnya, tak sedikit, yang melirik dan tertarik pada kandungan mazhabnya.

Syiah berubah dari sekedar mazhab yang diwariskan dari satu generasi ke generasi lain. Ia telah menjadi ideologi yang siap menentang, menantang dan mencabar berbagai bentuk tirani.

Ia seperti bara. Kekuasaan yang korup dan despot pun gerah mendengar perkembangan mazhab ini. Bukan karena Syiah itu punya dalil-dalil tekstual di kitab-kitab mereka dan kitab-kitab Sunni. Bukan itu yang ditakutkan oleh para penguasa. Yang mereka takutkan adalah sisi pergerakan dan perlawanan yang melambari mazhab ini.

Syiah dicap sebagai rafidhah (menolak) karena Syiah revolusi Khomeini memang tak pelak menolak kekuatan paling mencengkram di dunia Islam, yakni kekuatan Amerika Serikat dan seluruh sekutunya. Di puncak kelaliman dan kedigdayaan Amerika, para pemimpin Syiah bangkit memberontak. Berbekal inspirasi kisah Karbala dan perjuangan revolusi Islam Iran, para tokoh Syiah dunia seperti tak kenal takut dan lelah. Mereka seperti anak-anak onta yang kehausan menenggak susu syahadah. Bagi mereka, seperti Husein bin Ali di Padang Karbala, kematian itu tak lebih dari perjumpaan yang dinanti dan didambakan.

Semua kenyataan inilah yang sebenarnya menggerakkan badan-badan intelijen dunia, terutama dinas intelijen Amerika dan Arab Saudi, untuk melakukan serangkaian operasi agar ‘wabah Syiah’ tidak menjangkiti jutaan remaja Muslim. Mereka merancang gerakan stigmatisasi dan membangkitkan fanatisme sektarian di tengah umat. Tujuannya? Apalagi kalau bukan agar Syiah tidak terus mengancam kursi empuk mereka.

Dan begitulah. Pekerjaan awal lembaga-lembaga intelijen itu adalah merekrut tiga tipe agen: ustad karbitan yang haus ketenaran; pedagang yang hanya tahu untung rugi; dan terakhir pejuang dungu yang salah paham.

Tipe pertama diwakili oleh Bachtiar Natsir, Farid Okbah, Fahmi Salim, Said Samad, Ali Karrar, dan sebagainya. Tipe kedua diwakili oleh Ahmad bin Zein Alkaff, Ma’ruf Amien, Abu Jibril, Tengku Zulkarnain, Safiuddin Gersempal, Muhammad Baharun, Muhdor Alhamid, mantan bupati Sampang Noer Thahja dan sebagainya. Tipe ketiga paling sedikit jumlahnya, diwakili oleh Abu Bakar Ba’asyir.

Dalam perkembangannya, para ustad karbitan akan selalu mencari jalan ketenaran dengan mencaci maki dan mengkafirkan Syiah. Sehari mereka tidak melakukan tugas ini, sehari itu pula rating mereka merosot, dan bakal ada orang lain yang akan mengisinya. Persaingan di ranah ini cukup ketat mengingat banyaknya ustad yang siap dikarbit dengan cara apapun, termasuk mencaci maki orang atau mazhab yang jauh lebih baik daripada dirinya.

Tipe kedua lebih susah lagi. Sehari mereka tidak membuat seminar, melontarkan ceramah kebencian dan tidak memproduksi artikel atau buku yang mengkafirkan Syiah, maka rekening mereka akan menyusut drastis. Syiah adalah mata pencaharian. Ia menentukan jumlah kepulan asap dapur mereka. Mereka bakal bergiat melakukan segalanya sambil terus melaporkan perkembangan Syiah yang dibesar-besarkan kepada para donatur agar aliran dana kian deras mengucur.

Yang paling naas adalah tipe ketiga. Mereka akan selalu dijadikan sebagai ‘kombatan’, paling berkeringat, bersusah-payah, berpeluh berkeringat, berdarah-darah, masuk terungku dan sebagainya demi memperjuangkan gerakan anti Syiah. Mereka paling tidak meraih popularitas, paling sedikit menerima dana dan umumnya paling terdepan diusung di atas keranda.

Kepada mereka semua kita perlu ingatkan: Syiah Khomeini, Khamenei, Muthahhari, Syariat, Hasan Nashrallah, Musa Sadr, Baqir Sadr, Mustafa Chamran, Imad Mughniyah, Abdul Malik Al-Houtsi dan para pejuang lain takkan pernah surut.

Syiah bakal terus berkibar seiring dengan tetesan darah syuhada di jalan perlawanan atas penindasan dan penjajahan. Mereka bakal mekar semerbak wangi seperti bunga-bunga martir yang tak mungkin kuncup sekalipun tak pernah disiram dan dirawat.

Syiah tidak tumbuh dari kumpulan dalil naqli maupun ‘aqli, di dalam Ushul Kafi atau Biharul Anwar, menurut Shahih Bukhari maupun Muslim. Tidak! Syiah yang seperti ini tumbuh dalam jiwa tiap insan yang mau melawan kezaliman, yang siap berkorban dengan segalanya di jalan kebenaran. Syiah seperti ini sudah tentu akan selalu berhadap-hadapan dengan tiga tipe manusia tertipu seperti di atas.

Syiah seperti itu adalah manifestasi Karbala dan Asyura, yang timbul di tiap tempat dan zaman, tak peduli dalam situasi dan kondisi apapun manusia dan umat di sekitarnya, tak peduli seberapa banyak uang dan senjata yang hendak menghadangnya. Imam Husein dan keluarga beserta para sahabatnya gugur sebagai syuhada untuk hidup abadi. Begitupula dengan ajaran “Syiah” yang mereka usung.[]

Administrator

Seorang Muslim Syiah Imamiyah Itsna 'Asyariyah: Pecinta Rasulullah Saw dan Ahlulbaitnya dan Pecinta NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia). Ya Aba Abdillah! Hidup Indonesia!

0 komentar:

General

© 2015 Gen Syi'ah. WP Mythemeshop Converted by Bloggertheme9
Blogger Template. Powered by Blogger.