Asal-usul Syiah tidak terlepas dari asal-usul Islam. Karena Nabi sendiri yang
menuai tanamannya dengan memproklamasikan wishaya (pelaksanaan wasiat) dan
khilafat (khalifah) Ali bin Abi Thalib As pada masa dakwah terbuka yang beliau
lakukan di Mekah.
Islam bermula ketika Nabi Muhammad Saw berusia empat puluh tahun. Sebelumnya
dakwah Rasulullah Saw bersifat sembunyi-sembunyi. Kemudian tiga tahun selepas
kemunculan Islam, Nabi Saw diperintahkan supaya memulai dakwah terbuka untuk
menyampaikan pesan-pesan samawi. Kejadian ini berlangsung ketika Allah Swt
mewahyukan ayat: "Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang
terdekat ." (Qs. Asy-Syu'arâ [26]:214)
Ketika ayat ini turun, Rasulullah Saw mengadakan sebuah perjamuan yang dikenal
dalam sejarah sebagai "Da'wat dzu 'l Asyira ". Rasulullah Saw
mengundang sekitar empat puluh laki-laki kerabat beliau dari Bani Hasyim dan
meminta Ali bin Abi Thalib untuk menyiapkan jamuan makan malam. Setelah menjamu
tamu-tamunya dengan makanan dan minuman, Rasulullah Saw bermaksud untuk
berbicara kepada mereka ihwal Islam, Abu Lahab mendahuluinya sambil berkata
kepada para tamu ketika itu, katanya: "Tuan rumahnya telah lama menyihir
Anda". Seluruh tamu membubarkan diri sebelum Rasulullah Saw menyampaikan
pesannya.
Rasulullah Saw kemudian mengundang mereka lagi pada hari berikutnya. Setelah
perjamuan, ia bersabda kepada mereka: "Wahai Bani 'Abdul Mutthalib, Demi
Allah, Aku tidak kenal seseorang pun dari bangsa Arab yang datang kepada
umatnya lebih baik dari apa yang aku bawa untuk kalian. Aku datang membawa
sesuatu untuk kebaikan kalian baik di dunia maupun di akhirat. Aku telah
diperintahkan oleh Allah Swt untuk mengajak kalian kepada-Nya. Oleh karena itu,
siapa di antara kalian yang ingin membantuku dalam urusan ini sehingga ia akan
menjadi saudaraku (akhi), pelaksana wasiatku (washiyyi) dan khalifah
sepeninggalku?"
Panggilan ini adalah panggilan pertama ketika Rasulullah Saw berdakwah secara
terbuka kepada mereka dalam hubungannya untuk menerima beliau sebagai utusan
dan Rasul Allah Swt; ia juga menggunakan kalimat: "akhi wa wasiyyi wa
khalifati " saudaraku, penggantiku, khalifahku " dengan alasan
ialah yang akan membantunya dalam menunaikan misi Rasulullah Saw. Ketika itu
mereka semua diam dan tidak menjawab seruan Nabi serta mundur teratur
menghadapi seruan ini, kecuali seorang yang paling muda di antara mereka yakni
Ali bin Abi Thalib. Ali bin Abi Thalib berdiri dan berkata: "Aku bersedia
menjadi penolongmu, wahai Rasulullah."
Nabi Saw kemudian menaruh tangannya di balik leher Ali dan berkata: "Inna
hadza akhii wa washiyyi wa khalifati fikum, fasma'u lahu wa athi'u -
sesungguhnya ia ini adalah saudaraku, penggantiku dan khalifahku di antara
kalian; dengarkan dan taatilah dia."
Proklamasi ini merupakan perkataan yang terang karena hadirin memahami
penunjukan Ali yang sangat jelas itu. Beberapa di antara hadirin, termasuk Abu
Lahab, bahkan dengan berseloroh, dan kepada Abu Talib ia berkata bahwa
kemenakanmu, Muhammad, memerintahkanmu untuk mendengarkan anakmu dan
mentaatinya! Setidaknya, seloroh Abu Lahab ini menunjukkan bahwa pengangkatan
Ali bin Abi Talib adalah masalah yang terang dan jelas (eksplisit), tidak samar
(implisit).
Setelah itu, Nabi Saw di berbagai tempat menekankan masalah kecintaan terhadap
Ahlulbaitnya, meminta bimbingan dari mereka, dan menarik perhatian umat kepada
status khusus yang mereka miliki di hadapan Allah Swt dan Rasul-Nya.
Akhirnya, dua bulan berselang sebelum wafatnya, Rasulullah Saw secara jelas
menunjuk Ali di Ghadir Khum sebagai pemimpin kaum muslimin (pemimpin agama
sekaligus pemimpin politik). Nabi berkata: "Barang siapa yang menjadikan
aku sebagai maulanya, maka Ali adalah maulanya." Ia juga berkata:
"Aku tinggalkan kepadamu dua hal yang berharga (tsaqalain), dan selama
engkau berpegang teguh kepadanya niscaya engkau tidak akan sesat selamanya
yaitu Kitâbullâh dan Itrahti (al-Qur'an dan Ahlulbaitku)."
Peristiwa agung ini telah banyak menjadi bahan diskusi dan tulisan hingga saat
ini. Para pembaca dapat merujuk kepada karya-karya tulis berbahasa Inggris di
bawah ini :
" A study on the question of al-Wilâyah oleh Sayyid Muhammad Baqir
ash-Shadr, diterjemahkan oleh Dr. P.Haseltine. (Risalah ini pertama kali
diterjemahkan di India dengan judul "Shiism: The Natural Product of
Islam").
" The Origin of Shia and its Principles oleh Muhammad Husain Kasyful
Ghitâ.
" Imamate : The Vigerence of the Prophet oleh Sayyid Said Akhtar Rizvi.
" Origins and Early Depelovment of Shia Islam oleh S.Hussain M.Jafri.
" The Right Path oleh Syed Abdulhussein Syarafuddin al-Musawi.
" The Meaning & Origin of Shi'ism oleh Sayyid Saeed Akhtar Rizvi dalam
Right Path, jilid. 1 (Jan-Mar 1993) #3.
Setiap orang yang membaca karya tulis ini akan melihat bahwa awal kedatangan
Islam dan Syiah adalah bersamaan. Dan sebagaimana Islam, Syiah merupakan sebuah
pergerakan keagamaan yang juga meliputi aspek sosial dan politik.
Dr.Jafri
menuliskan: "Ketika kita menganalisa relasi kemungkinan perbedaan antara
keyakinan-keyakinan agama dan konstitusi politik dalam Islam diemban oleh satu
sama lainnya, kita temukan klaim dan trend doktrinal pendukung Ali lebih
cenderung mengarah kepada aspek agama ketimbang aspek politik, dengan demikian
kelihatan paradoks bahwa partai (syiah) yang mengklaim berdasarkan kepada
kepemimpinan dalam bidang spiritual dan agamis, sebagaimana kita akan uji
secara lebih jeluk nantinya, seyogyanya diberikan label sebagai gerakan politik
sejak semula.
Memang tidak dapat dibayangkan bahwa sahabat-sahabat utama Nabi Saw seperti
Salman al-Farsi dan Abu Dzar berpikir bahwa Ali terutama adalah sebagai seorang
pemimpin politik, dan kemudian berfikir lagi bahwa Ali juga adalah pemimpin
agama.
Dalam karya akademisnya, Islamic Messianism, cendikiawan ini menghitung perang
sipil sebagai permulaan dari "Keberagamaan Syiah": "Sejak
permulaan perang sipil yang berkecamuk pada tahun 656 M, beberapa orang di
antara kaum muslimin tidak hanya berpikir ihwal kepemimpinan dalam istilah
politik, tetapi bahkan memberikan tekanan agama di dalamnya." Namun dalam
artikelnya yang dipersembahkan dalam sebuah pertemuan publik dan diterbitkan
oleh salah satu markaz Islam, ia menempatkan permulaan Syiah sejak pada masa
Ghadir Khum. Ia menulis "Proklamasi Nabi dalam peristiwa itu memunculkan
ketegangan antara kepemimpinan ideal yang dipromosikan oleh Nabi melalui
wilâyah Ali bin Abi Thalib dan fakta yang dipicu oleh kekuatan manusia untuk
memberangus tujuan Allah Swt di muka bumi."
0 komentar: