Jumat, 26 Desember 2014

40 Hakikat Mazhab Syiah Imamiyah Itsna Asyariah (Bagian 2)

Administrator  |  at  Jumat, Desember 26, 2014  |  ,  |  No comments

















11. Mereka meyakini bahwa sewaktu mendekati wafatnya, Rasulullah saw mengangkat Ali bin Abi Thalib as sebagai khalifah dan imam bagi segenap kaum muslimin sepeninggal beliau, sebagai pemimpin umat dalam bidang politik, pembimbing umat dalam bidang pemikiran, penyelesai setiap kendala umat, dan pelanjut dalam mendidik dan mensucikan umat Muhammad. Semua itu dilakukan karena perintah dari Allah Swt yang dilaksanakan oleh Rasulullah saw di tempat yang terkenal dengan sebutan Ghadir Khum. Peristiwa itu terjadi pada tahun terakhir masa hidup Rasulullah saw dan seusai melaksanakan haji terakhir (haji wada’) dari sekian haji yang pernah beliau taksanakan.

Saat itu, berkumpul banyak sekali sahabat yang sebelumnya turut serta dalam ibadah haji bersama beliau. Dalam riwayat dikabarkan bahwa yang ikut serta dalam perkumpulan itu –sebagaimana yang dinukil dalam riwayat yang ada– berjumlah tidak kurang dari seratus ribu sahabat. Dalam peristiwa bersejarah tersebut diturunkan beberapa ayat yang berkenaan dengan momentum itu. [1]

Sebagaimana Rasulullah saw menyuruh hadirin untuk membaiat Ali as dengan berjabat tangan, saat itu para hadirin pun mulai berjabat tangan satu demi satu, di mulai dari para pemuka Muhajirin dan Anshar, juga para pembesar sahabat lainnya. [2]

Lihat kembali kitab al-Ghadir karya Allamah al-Amini yang merupakan kumpulan dari berbagai kitab-kitab rujukan kaum muslimin, baik yang berkait dengan kitab tafsir maupun sejarah.

12. Mereka meyakini bahwa imam –sepeninggal Rasulullah saw– memikul tugas sebagaimana tugas yang diemban Rasulullah saw. Seperti halnya, Rasul saw, imam bertugas sebagai pemimpin, pemberi petunjuk, pendidik, pengajar, penjelas hukum, penuntas segala kendala kesalahan berpikir, dan penyelesai atas perkara penting berkait dengan persoalan sosial kemasyarakatan. Pribadi seorang imam dan khalifah Rasul saw harus memiliki segala hal (kualifikasi) yang menyebabkan segenap umat mempercayainya. Ini diperlukan karena dia berfungsi sebagai penyelamat umat manusia menuju keselamatan abadi.

Seorang imam juga harus memiiiki keahlian dan sifat-sifat yang dimiliki Rasul saw (seperti kemaksuman dan ilmu yang luas). Semua itu dikarenakan seorang imam adalah penerus Rasul saw dalam melakukan perbaikan dan memenuhi tanggung jawab. Semua tugas dan tanggung jawab imam sama persis dengan tugas dan tanggung jawab Rasul saw, kecuali dalam hal penerimaan wahyu dan kenabian. Lantaran kenabian ditutup dengan diutusnya Muhammad saw, maka beliau merupakan penutup para nabi dan rasul. Konsekuensinya, agama yang dibawa beliau adalah penutup semua agama, syariat beliau adalah akhir segala syariat, kitab suci yang beliau bawa adalah pamungkas semua kitab suci. Tiada nabi setelah beliau, tiada agama setelah agama beliau, tiada lagi syariat yang bakal datang setelah syariat yang dibawa beliau. Berkait dengan persoalan di atas, kaum Syiah memiliki banyak sekali karya-karya (tulis) dengan kapasitas dan metode yang beragam.

13. Mereka meyakini bahwa kebutuhan umat akan kepala dan pemimpin yang mampu memberi petunjuk serya dijamin terjaga dari dosa (maksum) bukan hanya sebatas pada pengangkatan Imam Ali as sebagai khalifah dan imam pasca Rasulullah saw. Namun, mereka meyakini keharusan adanya kesinambungan mata-rantai kepemimpinan hingga masa yang panjang. Batas mata-rantai kepemimpinan tersebut adalah terealisasinya pemancangan akar Islam secara kuat, asas-asas syariat tiada lagi terabaikan, dan pilar-pilar agama terjaga dengan baik. Selama ini, pihak-pihak tertentu selalu mengusik dan mengancam setiap ajaran akidah Ilahi dan konsep spiritual (Rubbani) yang pernah muncul dipermukaan. Sebagian di antara para imam –yang telah mempraktikkan beberapa konsep dengan bermacam situasi yang ada– telah memberikan contoh praktis dan berbagai program yang sesuai dengan segala situasi dan kondisi yang ada. Dari sini, umat Islam kelak akan mampu mempraktikkannya.

14. Mereka meyakini bahwa atas dasar hal-hal di atas (keyakinan pada poin 13) dan atas dasar hikmah yang luhur serta berdasarkan perintall Allah Swt, maka Nabi Muhammad bin Abdillah saw menetapkan 11 imam setelah Imam Ali as. Para imam yang seluruhnya berjumlah 12 orang itu telah diisyaratkan jumlah individu dan suku (kabilah)nya, yang semuanya berasal dari suku Quraisy, sebagaimana tercantum dalam Shahih Bukbari dan Shahih Muslim dengan redaksi yang beragam. Seperti yang telah diriwayatkan dari Rasulullah saw,

“Sesungguhnya agama tetap akan berjalan (tegak, mulia, terjaga) selama pada mereka terdapat 12 penguasa atau khalifah yang semuanya dari (suku) Quraisy.”

Dalam sebagian kitab tercantum kata “Bani Hasyim” (sebagai ganti kata Quraisy–penerj.). Dalam beberapa kitab –di luar kitab-kitab Shahih (Bukhari dan lain-lain) yang ada– selain disebutkan keutamaan (fadha’il), kemuliaan (manaqib), syair, dan sastra (adab) tentang mereka, juga disebutkan secara terperinci nama-nama mereka.

Walaupun hadis-hadis itu tidak menunjuk (misalnya) pada 12 imam –yaitu Ali as dan 11 keturunan beliau– namun hadis-hadis tersebut tidak mungkin diterapkan kecuali sesuai dengan keyakinan Syiah Ja’fariyah (Itsna ‘Asyariyah). Tiada penafsiran dan penerapan yang benar dan sesuai, kecuali sebagaimana keyakinan mereka. [3]

15. Syiah Ja’fariyah meyakini bahwa ke-12 imam itu adalah:
  • Imam Ali bin Abi Thalib as (sepupu sekaligus menantu Rasulullah saw karena pernikahannya dengan Sayyidah Fathimah al-Zahra as).
  • Imam Hasan as dan Imam Husain as (keduanya putra hasil penikahan Ali as dan Fathimah as, cucu Rasulullah saw)
  • Imam Ali Zainal Abidin bin Husain as (bergelar al-Sajjad).
  • Imam Muhammad bin Ali as (bergelar al-Bagir).
  • Imam Ja’far bin Muhammad as (bergelar al-Shadiq).
  • Imam Musa bin Ja’far as (bergelar al-Kadzim).
  • Imam Ali bin Musa as (bergelar al-Ridha).
  • Imam Muhammad bin Ali as (bergelar al-Jawad al-Taqi).
  • Imam Ali bin Muhammad as (bergelar al-Hadi al-Naqi).
  • Imam Hasan bin Ali as (bergelar al-‘Askari).
  • Imam Muhammad bin Hasan af (bergelar al-Mahdi al-Mau’ud al-Muntazar). [4]

Mereka adalah Ahlulbait yang telah ditetapkan oleh Rasulullah saw –sesuai dengan perintah Allah Swt– sebagai pemimpin bagi segenap umat Islam. Dikarenakan keterjagaan dan kesucian mereka dari berbagai kesalahan dan dosa, juga lantaran mereka memiliki ilmu sangat luas, yang telah diwariskan dari Datuk suci mereka, maka kita diperintahkan untuk mencintai dan menaati mereka. [5] Ini sesuai dengan firman Allah Swt:
Katakanlah (wahai Muhammad), “Aku tiada meminta (atas segala yang kukerjakan) upah apapun (dari kalian) kecuali berbuat baik terhadap keluarga (ku).” (al-Syura: 23)
Dan ayat:
Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaknya kalian bersama orang-orang yang benar. (al-Taubah: 119)

16. Para pengikut Syiah Ja’fariyah meyakini bahwa para imam suci yang dalam sejarah tidak pernah tercatat melakukan salah dan dosa –baik yang berkait dengan ucapan maupun perbuatan– telah berkhidmat untuk umat Islam. Dengan bekal ilmu yang luas tak bertepi, mereka telah memperkaya khazanah kebudayaan umat dengan pengetahuan yang dalam, pandangan yang sahih dalam bidang akidah, hukum (syariat), akhlak, adab, tafsir, sejarah, hingga persoalan dalam cara menatap masa depan. Umat telah dididik oleh para imam itu dengan lisan maupun perbuatannya, sehingga banyak pribadi terpuji yang telah menilai secara objektif –baik dari kalangan lelaki maupun perempuan– dan telah mengakui keutamaan pribadi, ketinggian ilmu, dan adiluhungnya akhlak para imam itu.

Walaupun telah menjauhkan para imam dari kedudukan sebagai pemimpin politik, namun mereka (yang menilai secara objektif itu) turut merasakan pengaruh positif ajaran para imam dari sisi pemikiran dan sosial. Mereka pun turut menjaga fondasi-fondasi akidah serta pilar-pilar syariat dari segala macam marabahaya.

Jika saja umat Islam memberikan kesempatan kepada para imam itu untuk mempraktikkan peran politik yang diamanatkan Rasulullah saw kepada setiap imam atas perintah Allah Swt, niscaya umat Islam akan beroleh kebahagiaan, kehormatan, keagungan sempurna, dan tetap bersatu-padu tanpa pertikaian dan persengketaan; tidak dihinakan dan diremehkan. [6]

17. Mereka meyakini –atas dasar argumen akal dan teks keagamaan yang banyak dibahas dalam buku-buku akidah– kewajiban untuk mengikuti Ahlulbait dan berjalan di atas jalur mereka. Ini dikarenakan jalur Ahlulbait adalah jalan yang telah ditetapkan oleh Rasulullah saw bagi segenap umatnya. Dalam sebuah wasiatnya, Rasulullah saw memerintahkan mereka untuk melalui jalan itu dan konsisten di atasnya. Ini sebagaimana tercantum dalam hadis mutawatir “al-Tsaqalain”, di mana Rasulullah saw bersabda,

“Sesungguhnya kutinggalkan bagi kalian dua hal yang besar (yaitu) kitab Allah (al-Quran) dan keturunanku dari Ahlulbait. Jika kalian berpegang pada keduanya, niscaya kalian tiada akan pernah tersesat untuk selamanya.”

Hadis di atas dapat di jumpai dalam kitab Shahih Muslim dan puluhan kitab perawi hadis lainnya, juga karya para ulama di setiap abad. [7]

Wasiat dan peninggalan semacam ini merupakan hal biasa dalam kehidupan para nabi terdahulu. [8]

18. Pengikut Syiah Ja’fariyah meyakini, selayaknya segenap umat Islam meneliti dan mempelajari tentang hal itu, tanpa didasari celaan, cacian, pengaburan, sangkaan, dan pengacauan. Hendaknya segenap ulama dan intelektual dari berbagai golongan dan mazhab Islam berkumpul untuk mengadakan seminar dan muktamar ilmiah, guna mempelajari dan meneliti –dengan penuh keikhlasan dan persaudaraan– topik-topik bahasan tertentu yang diyakini oleh saudara mereka dari golongan Syiah Ja’fariyah. Yaitu, argumen yang sesuai dengan apa yang telah mereka jadikan tumpuan, baik yang bersumber dari al-Quran, sunnah yang sahih, akal sehat, bukti sejarah, serta peristiwa politik dan sosial secara umum, yang terjadi pada zaman kehidupan Rasul saw ataupun setelahnya.

19. Kaum Syiah Ja’fariyah meyakini bahwa para sahabat adalah pribadi yang hidup di sekitar Rasulullah saw, baik dari kalangan lelaki maupun perempuan. Mereka adalah pribadi-pribadi yang berkhidmat kepada Islam.

Mereka berjuang dengan mengorbankan jiwa dan raga demi tersebar dan tegaknya agama Islam. Selayaknya apabila segenap kaum muslimin memuliakan mereka, memberikan penghargaan atas segala khidmat yang mereka lakukan, dan meridhai apa yang mereka kerjakan.

Akan tetapi, hal itu bukan berarti bahwa mereka semua –tanpa kecuali– memiliki keadilan (udul), yang menyebabkan setiap posisi dan prilaku mereka tak layak untuk dikritik. Alasannya, para sahabat Nabi saw adalah manusia biasa yang, selain dapat melakukan kebenaran, juga dapat melakukan kesalahan. Sejarah telah mencatat, sebagian di antara mereka telah menyimpang dari jalan (yang semestinya), walaupun kehidupan mereka semasa dengan kehidupan Rasulullah saw. Bahkan al-Quran sendiri menerangkan secara gamblang peristiwa tersebut dalam berbagai surat dan ayatnya, sebagaimana tercantum dalam surat al-Munafiqûn, al-Ahzab, al-Hujurât, at-Tahrîm, al-Fath, Muhammad, dan al-Taubah.

Kritis atas kinerja mereka tidaklah membawa konsekuensi pengafiran atas diri mereka. Sebab, tolok ukur iman dan kafir (dalam Islam) telah sangat jelas, yaitu penafian atas ketuhanan (tauhid), kenabian (risalah), atau kejelasan ajaran agama (dharuriyat al-din), seperti kewajiban shalat, puasa, haji, atau hukum haram atas minuman keras, judi, dan sebagainya.

Memang, kita harus menjaga lisan dari celaan dan cacian. Sebagaimana kita harus pula menjaga pena dari menuliskan hal-hal yang tidak layak. Sebab, semua itu bertentangan dengan etika dan kepribadian seorang muslim yang menjadi pengikut etika Rasulullah Muhammad saw. Padahal, dapat kita telaah, banyak di antara kalangan sahabat Rasul saw yang termasuk dalam kategori manusia salih, baik, dan layak untuk dihormati dan dimuliakan.

Karena itu, para sahabat harus diuji berdasarkan kaidah-kaidah penyaringan kepribadian (al-jarh wa al-ta’dil) guna menentukan hadis Nabi saw yang sahih dan dapat dipegangi. Sementara itu, sudah menjadi rahasia umum bahwa terdapat pelbagai macam kebohongan dan hal yang diada-adakan atas nama Rasulullah saw. Peristiwa semacam ini telah diberitahukan sendiri oleh baginda Rasulullah saw dalam hadis-hadis yang diriwayatkan oleh ulama-ulama dari kalangan, Ahlussunnah maupun Syiah, seperti al-Suyuthi, Ibn Jauzi, dan yang lain yang telah mengarang kitab-kitab yang membedakan antara hadis yang benar-benar bersumber dari Rasul saw ataupun hadis-hadis buatan yang hanya dinisbatkan kepada Rasul saw.

20. Golongan Syiah Ja’fariyah meyakini keberadaan Imam al-Mahdi al-Muntadzar. Ini berdasarkan banyak sekali riwayat yang ada. Berbagai hadis yang diriwayatkan dari Rasulullah saw menjelaskan bahwa beliau (al-Mahdi) adalah keturunan Fathimah al-Zahra as. Beliau adalah cucu kesembilan dari Imam Husain bin Ali as. Cucu kedelapan Imam Husain as, yaitu Imam Hasan al-‘Askari, telah meninggal dunia pada tahun 260 Hijriah dan tidak memiliki anak lain kecuali hanya seorang putra. Putra beliau ini diberi nama Muhammad. Dan beliau inilah Imam al-Mahdi, yang memiliki julukan (kunyah) Abu al-Qasim. [9]

Sekelompok perawi yang dapat dipercaya (tsuqat) menyaksikan dan mengabarkan akan kelahiran, keistimewaan, imamah (kepemimpinan), dan keberadaan hujjah agama, yang bersumber dari ayahnya serta menjadi penguat posisinya. Beliau menghilang dari pandangan mata lahiriah semenjak berusia lima tahun. Ini terjadi, selain dikarenakan para musuh Islam ingin membunuh dan berkehendak untuk menyembunyikannya, agar beliau kelak dapat menegakkan pemerintahan Islam yang keadilannya menyeluruh di akhir zaman. Sehingga, bumi ini menjadi bersih dari segala kezaliman dan kefasadan, setelah sebelumnya dipenuhi oleh keduanya.

Bukan hal yang mengherankan, bahkan tidak ada alasan untuk heran, jika kita melihat panjangnya umur beliau. Al-Quran telah menjelaskan bahwa Isa al-Masih as masih tetap hidup hingga sekarang ini, padahal beliau telah melalui masa lebih dari 2000 tahun sejak ke lahirannya. Nabi Nuh as telah hidup di tengah-tengah umatnya selama 950 tahun serta menyeru mereka agar beribadah kepada Allah Swt. Nabi Hidhir as pun sampai detik ini diyakini masih menjalani kehidupannya.

Allah Swt Mahamampu atas segala sesuatu. Tiada yang dapat menahan dan menolak kehendak-Nya. Bukankah Allah Swt pernah berfirman, berkenaan dengan Nabi Yunus as,dengan ungkapan:

فَلَوْلَا أَنَّهُ كَانَ مِنْ الْمُسَبِّحِينَ لَلَبِثَ فِي بَطْنه إِلَى يَوْم يُبْعَثُونَ

Jika dia bukan termasuk orang yang suka bertasbih, niscaya akan tinggal dalam perutnya sampai hari kebangkitan kelak. (al-Shaffaat: 143-144)

Banyak kalangan ulama Ahlussunnah yang menyatakan keberadaan Imam al-Mahdi af. Mereka juga menyebutkan nama ayah dan sifat-sifat yang beliau miliki, seperti:

1. Abdul Mukmin al-Sablanji yang bermazhab Syafi’i, dalam karya beliau yang berjudul Nur al-Abshar fi Manaqib Aali Bait al-Nabi al-Mukhtar.

2. Ibn Hajar al-Haitami al-Makki yang bermazhab Syafi’i dalam karya beliau yang berjudul al-Shawa’iq al-Muhriqah mengatakan, “Abu al-Qasim Muhammad al-Hujjah ditinggal wafat ayahnya pada usia lima tahun. Akan tetapi, Allah Swt memberinya hikmah sehingga dia disebut al-Qa’im al-Muntadzar.”

3. Al-Qanduzi al-Balkhi, yang bermazhab Hanafi, dalam karya beliau yang berjudul Yanabi’ al-Mawaddah, yang dicetak di Astanah, Turki, pada zaman kekhilafahan Utsmaniah.

4. Sayyid Muhammad Shiddiq Hasan al-Qanuji al-Bukhari dalam karya beliau yang berjudul Al-Idza’ah, Lama Kâna wa Mâ Yakunu baina Yadai al-Sa’ah.

Mereka termasuk contoh dari yang dikategorikan sebagai ulama terdahulu. Adapun contoh ulama kontemporer adalah Doktor Musthafa al-Rafi’i dalam karya beliau yang berjudul Islamuna. Beliau menjelaskan masalah kelahirannya dengan jelas dan panjang lebar, sekaligus menjawab semua pertanyaan dan sanggahan berkait dengan hal tersebut.[]

_____________________________
[1] Ayat-ayat itu antara lain:
Surat al-Maidah ayat 67:
Hai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. Dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir.

Surat al-Maidah ayat 3:
Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu nikmatku, dan telah Kuridhai Islam itu jadi agama bagimu.

Surat al-Ma’arij ayat 1-2:
Seseorang peminta telah meminta kedatangan azab yang bakal terjadi. Untuk orang-orang kafir yang tidak seorang pun dapat menolaknya.

[2] Lihat kembali kitab al-Ghadir karya Allamah al-Amini yang merupakan kumpulan dari berbagai kitab-kitab rujukan kaum muslimin, baik yang berkait dengan kitab tafsir maupun sejarah.

[3] Lihat kembali kitab Khulafa’ an-Nabi karya al-Hairi al-Bahrani. Dapat Anda lihat dalam kitab Aimmah Itsna ‘Asyar karya sejarawan dari kota Damaskus, Syamsuddin Muhammad bin Thulun yang wafat pada tahun 953 Hijriyah, kitab yang diteliti oleh Dr. Shalahuddin al-Munajjid, terbitan Beirut, Libanon.

[4] Banyak kalangan sastrawan non-Syiah –Arab maupun non-Arab– yang mengarang syair-syair pujian dengan mencantumkan nama-nama 12 imam secara sempurna. Misalnya, al-Hashkafi, Ibn Thulun, al-Fadhl bin Ruzbahan, al-Jami, al-‘Atthar al-Naisaburi, Maulawi, dan yang lain. Padahal kalau kita teliti, mereka bermazhab Hanafi, Syafi’i, atau yang lain. Di sini akan kita sebutkan dua syair pujian (qasha’id) sebagai contoh:

Pertama, karya al-Hashkafi yang bermazhab Hanafi. Beliau termasuk ulama terkenal abad keenam Hijriah. Dalam bait-bait syairnya, beliau mengatakan:
Haidar (Ali) dan setelahnya al-Hasan dan aI-Husain
Lantas Ali dan sang putra Muhammad
Dan Ja’far al-Shadiq serta putra Ja’far
Musa dan sang putra Ali seorang penghulu
Yaitu al-Ridha dan sang putra Muhammad
Lantas Ali dan sang putra yang dikukuhkan
Al-Hasan yang datang kemudian, lantas datang selanjutnya
Muhammad putra Hasan yang disematkan
Golongan yang merupakan para imam dan junjunganku
Walau diriku kan dicaci banyak orang dan didustakan
Para imam yang dimuliakan oleh semua imam
Nama mereka terukir takkan pernah sirna
Mereka hujjah Allah atas segenap hamba
Dan mereka tujuan dan jalan tuk menuju diri-Nya
Siang hari mereka perhanyak puasa tuk sang Tuhan
Malam hari rnereka perbanyak rukuk dan sujud


Kedua, karya Syamsuddin Muhammad bin Thulun, salah seorang ulama terkemuka pada abad kesepuluh Hijriah. Dalam syairnya, beliau mengatakan:
Hendaknya atas kalian dua belas imam
Dari keluarga al-musthafa sebaik-baik manusia
(Mereka adalah) Abu Turab (Ali) Hasan, Husain
Dan kebencian atas Zainal Abidin adalah penyebab celaka
Muhammad al-Baqir pemilik ilmu yang terpancar
Dan al-Shadiq yang terkenal dengan sebutan Ja’far
Musa, dialah al-Kadzim dan sang putra Ali
Gelari dia dengan al-Ridha, sedang kedudukannya luhur
Muhammad al-Taqi yang hatinya makmur
Ali al-Naqi yang cahayanya terpancar
Dan al-‘Askari al-Hascln yang disucikan
Muhammad al-Mahdi yang akan menampakkan diri
Dapat Anda lihat dalam kitab Aimmah Itsna ‘Asyar karya sejarawan dari kota Damaskus, Syamsuddin Muhammad bin Thulun yang wafat pada tahun 953 Hijriyah, kitab yang diteliti oleh Dr. Shalahuddin al-Munajjid, terbitan Beirut Libanon.

[5] Lihat kembali kitab-kitab hadis, tafsir, ataupun kitab tentang keutamaan-keutaman, baik yang bersumber dari kitab-kitab Shahih (Bukhari, dan lain-lain) maupun yang tidak berkait dengan kitab-kitab Shahih.

[6] Berkait dengan tema ini, lihat kitab al-Imam al-Shadiq wa al-Mazabib al-Arba’ah yang diterbitkan dalam tiga jilid, karya Asad Haidar, serta kitab-kitab lainnya.

[7] Lihat kitab Risalah Hadits al-Tsaqalain karya Wasynawi yang telah disetujui oleh al-Azhar, Kairo, Mesir, kurang lebih sejak berlangsungnya tiga kali perjanjian.

[8] Lihat kitab Itsbat al-Washiyah karya Mas’udi serta kitab- kitab hadis, tafsir, dan sejarah dari dua kalangan (Ahlussunnah dan Syiah).

Administrator

Seorang Muslim Syiah Imamiyah Itsna 'Asyariyah: Pecinta Rasulullah Saw dan Ahlulbaitnya dan Pecinta NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia). Ya Aba Abdillah! Hidup Indonesia!

0 komentar:

General

© 2015 Gen Syi'ah. WP Mythemeshop Converted by Bloggertheme9
Blogger Template. Powered by Blogger.