Gen Syi'ah - Peristiwa Asyura merupakan salah satu diantara berbagai peristiwa besar yang mampu mengubah perjalanan sejarah dan mengandung berbagai pelajaran penting yang berguna bagi manusia.
Upaya untuk membahas dan memahami berbagai aspek penting kejadian besar dan tragedi agung ini telah banyak dilakukan sejak awal terjadinya peristiwa tersebut hingga sekarang. Terpenting diantara yang pernah dilakukan oleh para peneliti adalah:
Upaya untuk membahas dan memahami berbagai aspek penting kejadian besar dan tragedi agung ini telah banyak dilakukan sejak awal terjadinya peristiwa tersebut hingga sekarang. Terpenting diantara yang pernah dilakukan oleh para peneliti adalah:
a. Diskripsi kronologis peristiwa Asyura tanpa memberikan analisa,
b. Penekanan terhadap aspek-aspek tragedi yang menimpa Imam Husain as dan keluarga serta sahabat beliau,
c. Penekanan terhadap aspek revolusioner dan sikap penolakan terhadap kezaliman dan penguasa zalim,
d. Aspek analisis seputar kondisi politis dan sosiologis dan pengaruhnya terhadap masyarakat muslim pada masa tersebut.
Meski banyak dari aspek peristiwa kebangkitan Asyura telah mendapatkan perhatian para peneliti selama lebih dari 13 abad namun tidak seorang pemikir pun yang berani mendakwakan bahwa ia telah berhasil meliput seluruh aspek dan dimensi gerakan pembaharuan teragung sepanjang sejarah yang dipimpin oleh Imam Husein as. Diantara aspek penting peristiwa kebangkitan Asyura yang kurang banyak disinggung dan dipelajari adalah aspek damai dan sikap ‘anti-kekerasan’ yang menjadi ciri yang menonjol dalam kebangkitan ini.
Imam Husain as telah berhasil memperagakan sikap anti-kekerasan melalul gerakan pembaharuan yang beliau mulai dengan perjalanan damai dari kota Madinah hingga Karbala. Beliau berusaha menegakkan pilar-pilar perdamaian, maaf, kasih sayang, anti-kekerasan dan cinta kepada sesama di tengah masyarakat yang telah terjauhkan dari nilai-nilai agama dan telah mengalami kejatuhan di dalam jurang kesesatan, kebodohan, pembunuhan, penistaan dan kekerasan.
ISLAM DAN SIKAP ANTI-KEKERASAN
Kebangkitan Imam Husain as adalah kelangsungan dari risalah Rasulullah saw yang diutus oleh Allah sebagai wujud kasih sayang Allah kepada seluruh alam semesta dimana pun dan kapan pun. (Lihat; QS. Al-Anbiya, ayat 107)
Melalui penegasan berbagai ayat al-Qur’an, Agama Islam mengajak umat manusia, khususnya kaum muslimin, kepada sikap penolakan terhadap kekerasan, diantaranya beberapa kelompok ayat berikut:
a. Ayat-ayat yang memerintahkan pemberian maaf, (lihat; al-Baqarah 237, an-Nisa’ 149, an-Nur 22, Aal Imran 159, al-Ma’idah 13, al-Baqarah 109)
b. Ayat-ayat yang memerintahkan perdamaian, (lihat; al-Baqarah 208, al-Anfal 61, an-Nisa’ 90, al-Furqan 63)
c. Ayat-ayat yang mengajak kepada sikap ash-shafh (melupakan keburukan orang lain), (lihat; an-Nur 22, , al-Hijr 85 , al-Mai’dah 13, al-Baqarah 109)
d. Ayat-ayat yang memerintahkan sikap hormat (toleransi) kepada keyakinan orang lain, (lihat; an-Nahl 125-126, al-Kafirun 6, al-‘an’am 108)
RASULULLAH SAW DAN SIKAP ANTI-KEKERASAN
Prilaku dan sirah Rasulullah saw yang lemah lembut dan penuh kasih sayang kepada semua orang, adalah bukti yang paling gamblang bahwa agama Islam mengajak kepada sikap penolakan terhadap kekerasan, kecuali dalam posisi membela diri. Berikut beberapa contoh dari sirah Rasulullah saw terhadap musuh-musuhnya.
a. Doa Rasulullah saw untuk kaum musyrikin yang mencederai beliau dengan lemparan batu dalam peperangan Uhud,
b. Perintah Rasulullah saw kepada Imam Ali as untuk membawa panji saat pasukan Islam masuk ke kota Mekah dan meneriakkan “al-yauma yaumul marhamah, al-yauma tushanul hurmah…”, (Manaqib Aali Abi Thalib 1/208)
c. Pemberian maaf Rsulullah saw kepada para pemuka kaum musyrik Quraisy dalam peristiwa fath Makkah. (Biharul Anwar 1/132)
AHLULBAIT DAN SIKAP ANTI-KEKERASAN
Para Imam Ahlulbait as mengikuti jejak Rasulullah saw dalam memberikan pelajaran tentang kasih sayang, maaf dan kemurahan hati dan penolakan terhadap kekerasan melalui prilaku mereka terhadap semua orang, termasuk orang-orang yang memusuhi mereka. Diantara sikap-sikap yang ditampilkan oleh para Imam Ahllulbait as:
a. Perintah Imam Ali bin Abi Thalib as kepada para pengikutnya untuk mengizinkan pasukan Mua’wiyah memanfaatkan air dari sungai Efrat dalam perang Shiffin. (Biharul Anwar 41/145)
b. Imam Ali bin Abi Thalib as melarang para pengikutnya mencela pasukan Mua’wiyah dan memerintahkan mereka mendoakan musuh-musuhnya.
c. Perintah Imam Ali bin Abi Thalib kepada Imam Hasan as untuk memperlakukan Ibnu Muljam dengan lemah lembut dan kasih sayang,
d. Imam Hasan as menyembunyikan orang yang meracuninya. (Biharul Anwar 44/148
IMAM HUSAIN AS, SIMBOL PERDAMAIAN
Al-Husain menampilkan makna perdamaian dan memperagakan nilai-nilai agama dan kemanusiaan dalam kebangkitan Asyura. Oleh sebab itu kebangkitan Asyura adalah perguruan besar yang mengajarkan nilai-nilai agama dan kemanusiaan tersbut, diataranya sikap damai dan anti-kekerasan.
Selama kebangkitan Asyura, Imam Husain as menggunakan semua cara untuk menghindari peperangan dan memberlakukan semua metode guna menjauhi konflik dan pertempuran namun Bani Umayyah enggan melakukan sesuatu selain kekerasan terhadap beliau dan keluarganya.
Di hari Asyura, ketika seluruh anggota Ahlul bait dan sahabat al-Husain as telah gugur sebagai syuhada, Imam Husain as tetap konsisten dalam berupaya mencegah dan menghentikan pertumpahan darah dan berusaha menyadarkan musuh-musuhnya akan kesalahan pilihan mereka. Diriwayatkan bahwa setelah menyampaikan pesan terakhir dan pamit kepada anggota keluarga wanita dan anak-anak yang tinggal, al-Husain as menuju ke arah barisan musuh dan menyerukan:
يا ويلكم أتقتلوني على سنة بدلتها ؟ أم على شريعة غيرتها ؟ أم على جرم فعلته ؟ أم على حق تركته ؟
Diantara musuh-musuhnya ada menjawab:
إنا نقتلك بغضا لابيك
(Yanabi’ al Mawaddah 3/72)
Mendengar jawaban musuh, al-Husain as menangis, beliau merasa iba terhadap kaum yang memilih jahannam bagi diri mereka sendiri dengan membenci Imam Ali bin Abi Thalib as.
Dengan melontarkan pertanyaan-pertanyaan diatas, al-Husain as ingin membangkitkan nurani musuh-musuhnya dan mengingatkan mereka tentang perlunya bertindak berdasarkan bukti syar’iy atau ‘aqly, khususnya ketika permasalahanya berhubungan dengan pembunahan dan penumpahan darah seorang seperti dirinya yang dikenal paling peduli dengan issue penegakan hak dan pemeliharaan sunnah Nabi dan syariat agama.
PERLAKUAN MANUSIAWI TERHADAP MUSUH
Al-Husain memperlakukan musuh-musuhnya secara manusiawi dan kebangkitan beliau sarat dengan pemandangan berupa kasih sayang kepada para pendukungnya dan pemberian maaf serta kemurahan hati kepada mereka yang memusuhinya. Berikut adalah beberapa contoh dari sikap dan prilaku al-Husain as terhadap musuh-musuhnya.
Setelah peristiwa terbunuhnya Muslim bin Aqil dan Hani bin Urwah, Ibnu Ziyad, penguasa Kufah, mempersiapkan pasukan terdiri dari seribu pengendara kuda dan menyerahkan komando pasukan tersebut kepada Hur ar-Riyahi dengan membawa perintah tegas untuk menghalangi kepulangan al-Husain ke kota Madinah atau memaksanya menyerahkan diri kepada kekuasaan di Kufah.
Anggota pasukan al-Hur sampai di tujuan dalam keadaan lemah karena dahaga yang menimpa mereka disebabkan terik matahari yang amat panas. Melihat keadaan musuh-musuhnya, al-Husain memerintahkan sahabat-sahabat beliau untuk memberikan minum kepada seluruh anggota pasukan al-Hur bersama kuda tunggangan mereka. Diantara personel pasukan terdapat seorang bernama Ali bin Tha’an al-Muharibi yang tidak mampu minum sendiri disebabkan dahaga yang sagat yang menimpa dirinya, saat itu al-Husain as bangkit untuk membatu al-Muharibi minum dan menghilangkan rasa dahaganya.
Dengan memerintahkan dan memberi minum musuh-musuhnya yang datang untuk menawan atau membunuh dirinya, al-Husain as telah membuktikan kebenaran sabda kakeknya yang diutus sebagai bentuk kasih sayang kepada segenap alam:
حسين مني وانا من حسين
(Sunan at Turmudzi 12/245)
(Sunan at Turmudzi 12/245)
Imamah Imam Husain as merupakan wujud rahmat Allah sebagaimana Risalah Rasulullah merupakan wujud rahmat-Nya bagi alam semesta.
Dalam episode yang lain dari kisah kebangkitan al-Husain as diiriwayatkan, bahwa di hari Asyura salah sorang komandan pasukan Umar bin Sa’ad dari Syam bernama Tamim bin Qahthabah mendekat ke arah Imam Husain as dan berkata: “Sampai kapan permusuhan ini, wahai putra Ali? Anak-anak, kerabat dan pendukungmu sudah mati terbunuh sementara engkau tetap menghunus pedang untuk memerangi pasukan terdiri dari dua puluh ribu orang?”
Al-Husain as menjawab: “Aku yang datang untuk memerangi kalian ataukah kalian yang datang untuk memerangiku? Aku yang menutup jalan kalian ataukah kalian yang menutup jalanku?”
Tamim bin Qahthabah bangkit dan hendak membunuh Imam Husain as namun Imam menahannya dengan pedang hingga ia jatuh dalam keadaan terluka. Al-Husain tidak menghabisi nyawa musuhnya yang tergeletak lemah di hadapannya bahkan beliau menawarkan bantuan kepadanya. Al-Husain bertanya:
هل يمكنني ان أسعفك بشيئ؟
(Al La ‘unf fi Nahdhatil Imam al-Husain as 160)
(Al La ‘unf fi Nahdhatil Imam al-Husain as 160)
Sikap memaafkan dalam kondisi kuat adalah wujud dari sikap anti-kekerasan yang merupakan ciri sekaligus cara yang digunakan oleh Imam Husain as dalam memimpin kebangkitannya.
Melalui cara berunding dan nasehat serta berbagai perlakuan manusiawi, al-Husain as telah malaksanakan kewajiban syar’iy dan menunaikan hak terhadap semua orang, termasuk terhadap musuh-musuhnya yang datang untuk membunuh dirinya. Melalui kebangkitan Asyura, al-Husain berusaha mencerahkan dan memberikan petunjuk kepada semua orang ke arah kebenaran dan penolakan terhadap kekuasaan taghut dengan cara damai dan penuh kasih sayang, namun jika semua upaya damai tersebut tidak menghasilkan maka penyelesaian terakhir adalah sikap islami berupa pembelaan terhadap kehormatan diri, keluarga dan sahabat sampai tetes darah yang terakhir sebagaimana kandungan puisi Imam Husain as di Hari Asyura:
الموت خير من ركوب العار* والعار اولى من دخول النار
انا الحسين بن علي * احمي عيالات ابي آليت ان لا انثني * امضي على دين النبي
(Maqtal Abi Makhnaf 1/146)
(Maqtal Abi Makhnaf 1/146)
***
0 komentar: