Lepas teror Brussels, media Barat secara serentak menayangkan bagaimana kepanikan memuncak saat teror terjadi. Media besar seperti NPR menayangkan profil kehidupan beberapa korban di bandara, CNN mewawancari korban yang terluka dan dirawat di rumah sakit Belgia.
Tapi pada saat yang sama, media Barat tak pernah membuat tayangan lebih lanjut dan mendalam terhadap korban jatuh akibat kekerasan Barat. Sebut saja di Yaman. Sekitar sepekan lalu, jet tempur pasukan koalisi pimpinan Saudi -- didukung oleh AS dan Inggris -- mengebom sebuah pasar di MAstaba, provinsi Hajjah, utara Yaman. Dilaporkan 120 orang tewas, termasuk 20 anak-anak, dan sekitar 80 orang terluka. Sementara itu, dalam beberapa tahun terakhir drone-drone AS terus meyerang Yaman, Pakistan, Afghanistan, Suriah, Somalia, Libya dan Irak.
Anda, lanjut Greenwald, tak akan mendengar meski satu nama korban dari serangan tersebut dari mulut media-media besar seperti CNN, NPR atau lainnya. Pun, tak akan ada wartawan terkenal AS yang meliput secara mendalam kehidupan korban atau keluarganya. Anda hanya akan mendengar berita singkat dan dingin yang dibarengi dengan klaim pembenaran dari sejumlah pejabat AS. Dengan begitu, Anda tak akan punya hubungan emosional apapun dengan korban, Anda tak tahu nama mereka, apalagi tentang aspirasi mereka atau duka keluarga korban.
Greenwald menilai semua ini sudah didesain sedemikian rupa karena "Barat senang mendramatisir dan menyorot tanpa henti korban kekerasan di Barat sementara tak melihat korban akibat kekerasan mereka sendiri."
Distorsi ini, lanjut dia, menciptakan kesan bahwa kekerasan Barat secara moral lebih unggul karena hanya membunuh warga sipil secara tak sengaja atau tanpa tujuan awal.
Ketika pada 2003, koresponden perang MSNBC Ashleigh Banfield kembali dari Irak dan mengkritik kebijakan media Barat dalam mengungkap sisi perang Irak, dia langsung dipecat.
Kematian, pembantaian dan kehancuran yang terjadi dalam invasi AS di Irak, kata Greenwald, telah menimbulkan kebencian besar terhadap Amerika dan sebuah keinginan luar biasa untuk menghancurkan Amerika, meski harus dengan megorbankan nyawa sendiri. Tapi media Amerika tak pernah menunjukkan hal ini hingga warga Amerika gagal paham kenapa orang sangat ingin melakukan kekerasan terhadap orang Amerika. Mereka menganggap aksi kekerasan terhadap orang Amerika hanyalah sebuah aksi primitif, penuh kebencian dan dilandasi sebuah semangat keagamaan yang ajaib.
Dengan hanya meliput satu sisi konflik, alih-alih mencerahkan, media AS malah membuat pemirsa AS tertipu dan lebih bodoh, tambah Greenwald.
0 komentar: