Sabtu, 01 Februari 2014

'Pengadilan In Absentia' Bernama Bedah Buku Anti-Syiah

Administrator  |  at  Sabtu, Februari 01, 2014  |   |  1 comment

GenSyiah - Di tengah semaraknya perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW di berbagai tempat, sekelompok orang pada Selasa (14/1) di Masjid al-Muhajirin, Cilebut, Bogor, justru menyelenggarakan acara bedah buku yang beraroma kebencian. Buku yang dimaksud, dan diklaim sebagai Panduan MUI Pusat itu, berjudul "Mengenal dan Mewaspadai Penyimpangan Syiah di Indonesia" (MMPSI), yang sejak November 2013 disebarkan dengan gencar secara gratis di berbagai masjid seraya ditopang publikasi lewat jejaring sosial.

Situs Liputan Islam (18/1) menurunkan liputan eksklusifnya mengenai "pengadilan in Absentia" terhadap Syiah bernama bedah buku "terbitan" MUI. Sebab tak satupun sumber dari Syiah sendiri dihadirkan dalam acara tersebut.

Membedah Buku, Tapi Ditutupi

Menurut jadwal, acara dimulai pada jam 09.00, tetapi molor sekitar satu jam. Dilihat dari jumlah pesertanya yang sekitar 150 orang, acara tersebut dapat dianggap sukses, meski hadirinnya cenderung homogen, terutama didominasi mereka yang beridentitas khas bercelana cingkrang dengan jenggot lebat. Panitia membagi-bagikan buku MMPSI secara gratis kepada mereka.

Tidak seperti lazimnya acara-acara bedah buku biasa, event ini bernuansa tegang. Sejak awal pembawa acara membacakan peraturan, di mana para peserta diminta tidak meliput, merekam, atau mengambil gambar sepanjang acara berlangsung. Kemudian, pada sesi tanya jawab, hanya dibolehkan menulis pertanyaan di kertas. "Bedah buku ini dimaksudkan untuk membina masyarakat, khususnya keluarga, agar selamat dari ajaran Syiah," ungkap Ustadz Trisugianto dalam kata sambutannya selaku Ketua DKM sekaligus mewakili Panitia.

***

Selanjutnya, para penceramah menyampaikan berbagai klaim yang tidak seimbang (karena pembicara dari pihak Syiah sama sekali tidak dihadirkan). Diskusi berjalan satu arah dan bersifat indoktrinasi. Ustadz Jazuli, Lc (narasumber di Radio Rodja), sebagai pembicara pertama dalam acara tersebut, menyatakan bahwa Syiah adalah golongan yang tidak selamat, membawa misi mensyiahkan seluruh dunia, selalu berpihak kepada kaum kafir (dengan mencontohkan kasus pembantaian di Suriah saat ini). Dia juga memberikan ulasan tentang Abdullah bin Saba, Al-Kulaini, Mirza Husein bin Muhammad, dan Imam Khomeini yang dilengkapi dengan sumpah serapah "Laknatullah" tatkala mengucapkan nama-nama tersebut.

Jazuli mengklaim bahwa orang Syiah ketika melihat perselisihan di antara kaum Muslim dan kaum kafir maka pastilah Syiah akan berpihak kepada orang kafir. Dia mencontohkan konflik Suriah, pemerintah Iran berpihak kepada kaum kafir. Dia menyebut nama Imam Khomeini dengan diikuti ucapan ‘laknat'. Selain itu, Jazuli menuduh perlawanan Iran terhadap Israel adalah sandiwara karena sesungguhnya –menurut Jazuli—Iran adalah mitra sejati musuh Islam, yaitu AS dan Israel.

Ustadz Irfan Hilmi, Lc (yang mengaku dari MUI Pusat), pembicara kedua, lebih banyak membahas isi buku MMPSI. Selain itu dia menyatakan bahwa ribuan santri Indonesia yang dikirim ke Iran kerjanya hanya makan, minum, dan tidur. Mereka tidak belajar, melainkan hanya dicuci otak. Sepulang dari sana, mereka menyebarkan paham Syiah dan akan menjadi bom waktu karena bermaksud mendirikan Negara Syiah (di Indonesia).

Irfan juga menginformasikan nama-nama tokoh, penerbit buku, dan lembaga-lembaga yang dituduhnya sebagai Syiah, dengan mencampuradukkan mana yang benar-benar Syiah, mana yang fitnah belaka. Antara lain, dia menyebut Rasil FM (Radio Silaturahmi) sebagai radio Syiah, padahal radio ini dikelola muslim Ahlussunnah wal Jamaah. Lalu, anggota MUI Dr. Kholid al Walid disebut Syiah hanya dengan alasan beliau pernah berkunjung ke Sampang (lokasi kaum Syiah yang menjadi korban pembakaran dan pengusiran di Madura).

***

Daur Ulang Isu

Isi pembicaraan para ustad dalam bedah buku itu sebenarnya daur ulang belaka dari berbagai tuduhan terhadap Syiah yang sebelumnya juga sudah sering mengemuka sejak tahun 1980-an (setelah kemenangan Revolusi Islam Iran). Bantahan atas tuduhan-tuduhan itu telah ditulis dan dipublikasikan secara meluas, misalnya seperti yang dilakukan oleh Dr. O. Hashem –cendekiawan yang dihormati oleh Mohammad Natsir, Gus Dur, dan Nurkholish Madjid. O. Hashem telah menerbitkan beberapa buku yang menjawab semua tudingan miring atau fitnah terhadap Syiah, seraya mengajak pihak-pihak yang menuduh untuk mendiskusikan bukunya itu. Secara khusus, O. Hashem menyampaikan ajakannya itu kepada pihak-pihak yang mengkafirkan Syiah dalam Seminar Nasional Sehari Tentang Syiah di Masjid Istiqlal pada 21 September 1997. Hanya saja, ajakan itu sama sekali tidak direspons

Demikian juga dengan ABI (Ahlul Bait Indonesia), salah satu ormas komunitas Syiah Indonesia. Lembaga ini juga sudah mengeluarkan Buku Putih yang menjelaskan dengan gamblang bagaimana sebenarnya ajaran Syiah, yang sama sekali berbeda dengan apa yang dituduhkan para pembicara bedah buku ini. ABI menyatakan bahwa buku ini bisa di-download secara gratis.

Risalah Amman, yang awalnya ditandatangani 200-an ulama tingkat dunia, bahkan termasuk Al Qaradhawi, Asy-Syahid Ramadhan Al Buthy, Dr. Din Syamsuddin, KH Hasyim Muzadi, juga menyatakan bahwa Syiah adalah mazhab yang diakui dalam Islam. Belakangan, penanda tangan Risalah Amman semakin banyak, hingga 552 ulama.

Para tokoh Islam Indonesia juga menyampaikan berbagai statemen yang intinya sama: pengakuan Syiah sebagai bagian dari Islam. Saat mengomentari fatwa Syiah sesat yang dirilis MUI Jatim,

Pimpinan PP Muhammadiyah, Din Syamsuddin mengatakan, "Atas dasar apa MUI Jatim mengeluarkan fatwa itu? Baik Sunni maupun Syiah adalah sama-sama Muslim karena masih berada di lingkaran syahadat. Menurut kami, yang mempercayai syahadat itu otomatis Islam, apa pun mazhabnya." (Kompas, 6/9/2012). Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siroj mengatakan, "Di universitas Islam mana pun tidak ada yang menggap Syiah sesat." Said merujuk pada kurikulum pendidikan pada almamaternya Universitas Umm Al Quro di Arab Saudi yang dikenal sebagai pusat Wahabi yang keras. "Ulama Sunni seperti Ibnu Hazm menilai Syiah itu Islam," katanya (Tempo, 26/1/2012).

***

Buku Resmi MUI?

Terbitnya buku itu dengan mengatasnamakan MUI Pusat tentu saja patut dipertanyakan, mengingat pandangan MUI Pusat selama ini yang menjunjung tinggi persatuan Islam, dan mendukung pendekatan antar mazhab Sunni-Syiah (taqrib baynal madzahib). Hal ini bisa dilihat dari pandangan-pandangan yang disampaikan para pengurus teras MUI Pusat selama ini, seperti KH Sahal Mahfudz (Ketua Umum), Prof Dr Din Syamsuddin (Wakil Ketua), Prof Dr Umar Shihab (Ketua), dan tokoh-tokoh MUI Pusat lainnya yang berwawasan luas dan mendukung persatuan ummah.

Sementara itu, menurut seorang sumber Liputan Islam, secara informal KH Dr. M Hidayat, anggota Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI, pernah menyatakan bahwa tidak ada satu pun keputusan resmi dari MUI tentang fatwa yang tidak diketahuinya. Sehingga, aneh bila masyarakat menerima buku panduan MUI tentang Penyimpangan Syiah, sedangkan anggota DSN-MUI tidak pernah menerbitkannya. "MUI itu dananya terbatas. Tak mungkin bisa menyelenggarakan banyak acara ceramah sambil bagi-bagi buku gratis," kata KH Dr. M Hidayat. Ia menambahkan, bila ada paham sesat, MUI menerbitkan fatwa yang hanya terdiri dari 2 hingga 3 halaman.

Prof. Dr. H. Rahim Yunus, MA, ( Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia Sulawesi Selatan) sebagaimana dikutip lppimakassar.net, juga menyatakan bahwa MMPSI bukan terbitan resmi MUI. Beliau menyatakan, "Jika benar buku itu resmi terbitan MUI Pusat, mestinya di buku itu ada surat resmi, kop surat, dan stempel MUI Pusat. Demikian juga, jika benar resmi, mestinya juga ditandatangani Ketua MUI Pusat sekarang."

Selain itu, bila dicek daftar buku terbitan MUI di situs resmi MUI, buku MMPSI sama sekali tidak ada dalam daftar.

***

Benang Merah Gerakan Takfiriah Al Qaida

Fakta ini seharusnya membuat kita lebih kritis lagi. Siapa yang mendanai penerbitan buku-buku dan aneka propaganda pemecah-belahan kaum muslimin di Indonesia? Bila ditelisik, ormas-ormas radikal takfiri di Indonesia adalah ormas-ormas yang juga sangat getol mendukung jihad ke Suriah dan dalam berbagai aksi demonya selalu membawa bendera hitam khas Al Qaida.

Jamaah Anshorut-Tauhid (JAT), misalnya. Organisasi bentukan Abu Bakar Baasyir ini adalah salah satu ormas yang aktif menggalang demo pembubaran peringatan Asyura bulan November 2013 lalu.

JAT sebut teroris Ciputat ‘syuhada'

Beberapa anggota JAT telah ditangkap, atau tewas ditembak mati Densus 88 atas tuduhan terorisme. Sebagaimana dilaporkan dalam hasil investigasi jurnalis Associated Press, orang-orang Indonesia yang berjihad ke Suriah ternyata sebagiannya alumnus Pesantren Ngruki, yang juga didirikan Abu Bakar Baasyir. Abu Bakar Baasyir pun dari penjara menyerukan untuk jihad ke Suriah.

Sementara itu, tahun lalu Kepala Intelijen Arab Saudi, Bandar bin Sultan, telah mengancam Presiden Rusia, Vladimir Putin, bahwa bila Putin tidak berhenti mendukung Suriah, maka Bandar akan menggerakkan kelompok radikal Chechnya. Dan benar saja, tak lama setelah itu terjadi berbagai aksi bom bunuh diri yang dilakukan jihadis Chechnya di Rusia.

Liputan Islam menemukan info bahwa pada bulan November 2013, Bandar bin Sultan juga datang ke Indonesia. Kedatangan ini luput diberitakan media massa Indonesia. Segera setelah itu, upaya pembubaran acara Asyuro yang dilakukan ormas-ormas takfiri di seluruh Indonesia berlangsung sangat masif; yang tidak pernah terjadi sebelumnya, mengingat acara Asyuro sudah belasan, bahkan puluhan tahun di Indonesia secara aman. Tentunya, fenomena yang tak mungkin terjadi bila tidak ada dana besar yang digelontorkan entah oleh siapa.

Dalam operasi penangkapan teroris Ciputat, pada malam tahun baru 2014, Densus 88 menemukan buku MMPSI. Densus 88 juga menangkap teroris lainnya, Sadullah Rojak pada Rabu 1 Januari 2014, di Desa Pasirlaja, Bogor. Saat itu, buku MMPSI juga ditemukan. Tak tanggung-tanggung jumlahnya, ada 310 eksemplar terbungkus rapi dalam dua kardus.

Fakta-fakta ini menunjukkan benang merah antara sikap ormas takfiri Indonesia dengan kasus Suriah, dan keterlibatan negara asing.

Pada akhirnya, perang di Suriah, di mana sesama muslim saling bantai dengan membawa-bawa nama jihad, sangatlah menguntungkan Israel. Suriah, salah satu musuh utama Israel, kini sibuk melawan ribuan milisi yang datang dari berbagai penjuru dunia yang merasa sedang berjihad.

Apakah Indonesia juga mau dihasut untuk saling benci, dan kemudian saling bunuh, dengan alasan yang sama: pengkafiran sesama muslim? MUI, seharusnya memberikan jawaban tegas atas pertanyaan ini.

Sumber : Liputan Islam

Administrator

Seorang Muslim Syiah Imamiyah Itsna 'Asyariyah: Pecinta Rasulullah Saw dan Ahlulbaitnya dan Pecinta NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia). Ya Aba Abdillah! Hidup Indonesia!

1 komentar:

  1. MUI juga seharusnya melaporkan ke mabes polri atas penggunaan nama MUI tanpa seijin dan sepengetahuan MUI dalam penerbitan buku"Mengenal dan Mewaspadai Penyimpangan Syiah di Indonesia" (MMPSI), Kalau MUI tidak melaporkan bagaimana kepolisian akan bertindak..?

    BalasHapus

    Popular Posts

General

© 2015 Gen Syi'ah. WP Mythemeshop Converted by Bloggertheme9
Blogger Template. Powered by Blogger.