GenSyiah - Fakta menunjukkan bahwa komunitas Syiah ada di seluruh Dunia Islam, dan tak ada satu pun negara Islam yang memfatwakan Syiah sebagai mazhab sesat apalagi kafir dan di luar Islam.
Kaum Syiah tak pernah dianggap sebagai bukan bagian kaum Muslim sebagaimana terbukti dari keleluasaan mereka untuk melakukan ibadah haji dan umrah ke Tanah Suci Makkah dan Madinah. Para penganut Mazhab Syiah telah menjadi bagian tak terpisahkan dari tubuh umat Islam sebagaimana terbukti keikutsertaan mereka dalam Organisasi Konferensi Islam (OKI), Rabithah Al-‘Alam Al-Islami, Organisasi Parlemen-Parlemen Dunia Islam (PUIC), Majma' Taqrib, Tajammu' Ulama' Al-Muslimin, dan yang paling terbaru adalah Deklarasi Makkah 14-15 Agustus 2012 dalam KTT Luar Biasa OKI di Kota Makkah Al Mukarrahmah.
Mazhab Islam Syiah telah dipertegas sebagai bagian tak terpisahkan dari tubuh umat Islam dalam berbagai deklarasi ulama Muslim dunia, seperti Deklarasi Amman, Deklarasi Makkah, dan Fatwa Al- Azhar Al-Syarif.
Ulama Ahlus Sunnah dan syaikh-syaikh Al-Azhar, yaitu Syaikh Mahmud Saltut, Syaikh Muhammad Al- Ghazali, dan Syaikh Abu Zahrah, dan tak terhitung ulama besar Ahlus Sunnah lainnya, jelas-jelas menyatakan bahwa Syiah itu Islam dan saudara Ahlus Sunnah.
Kerajaan-kerajaan Islam Syiah, seperti Dinasti Fathimiyyah, Idrisiyyah, Buwahyi, bahkan kerajaan- kerajaan Islam Syiah di Nusantara, seperti Perlak turut menjadi bagian tak terpisahkan dari sejarah peradaban Islam.1
Dinasti Syiah Fathimiyyah adalah pendiri Al-Azhar sebagai universitas Islam tertua dan terkemuka di Dunia Islam hingga kini.
Fakta menunjukkan bahwa Syiah telah ada sejak awal masuknya Islam di Indonesia. Hal ini telah diakui para sejarawan nasional dalam berbagai buku sejarah nasional Indonesia. Sejumlah tradisi Syiah, seperti tabut, tari saman, dan suro merupakan bagian integral dari budaya dan jati diri bangsa Indonesia.
Ada sejumlah pemikir Islam utama yang dipercaya sebagai penganut Mazhab Syiah dan diakui kredibilitas dan otoritas mereka di bidang masing-masing, seperti Al-Farabi, Ibn Sina, Abu Zakariya Al-Razi, Ikhwan Shafa, Al-Khawarizmi (astronom), Jabir ibn Hayyan (penemu Aljabar), Ath-Thusi (penggagas observatorium), dan Ibn Miskawayh.
Di pesantren-pesantren Indonesia, beberapa buku ulama Syiah, seperti Nayl Al-Awthar karya Al-Syau-kani, dan Subûl Al-Salam karya Al-Syaukani dan Al-Shan'ani juga diajarkan.
Demikian pula banyak ulama tafsir, fiqih, kalam, nahwu dan sharaf Syiah yang dirujuk oleh ulama Ahlus Sunnah dan sebaliknya. Juga, terdapat banyak rijal hadis Syiah yang dirujuk oleh muhaddits Ahlus Sunnah, dan sebaliknya. Dalam Syiah, hadis-hadis yang diriwayatkan oleh Ahlus Sunnah disebut muwatstsaqah, sebagaimana yang disebutkan dalam kitab Al-Mîzân fî Al-Tafsir Al-Qur'ân karya Allamah Thabathaba'i.
Kaum Syiah tak pernah dianggap sebagai bukan bagian kaum Muslim sebagaimana terbukti dari keleluasaan mereka untuk melakukan ibadah haji dan umrah ke Tanah Suci Makkah dan Madinah. Para penganut Mazhab Syiah telah menjadi bagian tak terpisahkan dari tubuh umat Islam sebagaimana terbukti keikutsertaan mereka dalam Organisasi Konferensi Islam (OKI), Rabithah Al-‘Alam Al-Islami, Organisasi Parlemen-Parlemen Dunia Islam (PUIC), Majma' Taqrib, Tajammu' Ulama' Al-Muslimin, dan yang paling terbaru adalah Deklarasi Makkah 14-15 Agustus 2012 dalam KTT Luar Biasa OKI di Kota Makkah Al Mukarrahmah.
Mazhab Islam Syiah telah dipertegas sebagai bagian tak terpisahkan dari tubuh umat Islam dalam berbagai deklarasi ulama Muslim dunia, seperti Deklarasi Amman, Deklarasi Makkah, dan Fatwa Al- Azhar Al-Syarif.
Ulama Ahlus Sunnah dan syaikh-syaikh Al-Azhar, yaitu Syaikh Mahmud Saltut, Syaikh Muhammad Al- Ghazali, dan Syaikh Abu Zahrah, dan tak terhitung ulama besar Ahlus Sunnah lainnya, jelas-jelas menyatakan bahwa Syiah itu Islam dan saudara Ahlus Sunnah.
Kerajaan-kerajaan Islam Syiah, seperti Dinasti Fathimiyyah, Idrisiyyah, Buwahyi, bahkan kerajaan- kerajaan Islam Syiah di Nusantara, seperti Perlak turut menjadi bagian tak terpisahkan dari sejarah peradaban Islam.1
Dinasti Syiah Fathimiyyah adalah pendiri Al-Azhar sebagai universitas Islam tertua dan terkemuka di Dunia Islam hingga kini.
Fakta menunjukkan bahwa Syiah telah ada sejak awal masuknya Islam di Indonesia. Hal ini telah diakui para sejarawan nasional dalam berbagai buku sejarah nasional Indonesia. Sejumlah tradisi Syiah, seperti tabut, tari saman, dan suro merupakan bagian integral dari budaya dan jati diri bangsa Indonesia.
Ada sejumlah pemikir Islam utama yang dipercaya sebagai penganut Mazhab Syiah dan diakui kredibilitas dan otoritas mereka di bidang masing-masing, seperti Al-Farabi, Ibn Sina, Abu Zakariya Al-Razi, Ikhwan Shafa, Al-Khawarizmi (astronom), Jabir ibn Hayyan (penemu Aljabar), Ath-Thusi (penggagas observatorium), dan Ibn Miskawayh.
Di pesantren-pesantren Indonesia, beberapa buku ulama Syiah, seperti Nayl Al-Awthar karya Al-Syau-kani, dan Subûl Al-Salam karya Al-Syaukani dan Al-Shan'ani juga diajarkan.
Demikian pula banyak ulama tafsir, fiqih, kalam, nahwu dan sharaf Syiah yang dirujuk oleh ulama Ahlus Sunnah dan sebaliknya. Juga, terdapat banyak rijal hadis Syiah yang dirujuk oleh muhaddits Ahlus Sunnah, dan sebaliknya. Dalam Syiah, hadis-hadis yang diriwayatkan oleh Ahlus Sunnah disebut muwatstsaqah, sebagaimana yang disebutkan dalam kitab Al-Mîzân fî Al-Tafsir Al-Qur'ân karya Allamah Thabathaba'i.
Sumber : IRIB
0 komentar: