Alhamdulillah, kami telah mengikuti mereka sepenuhnya dalam seluruh cabang agama dan akidahnya, ushul-fiqh serta kaidah-kaidahnya, ilmu-ilmu yang berkaitan dengan harus dan Al-Quran serta ilmu akhlak, perilaku dan sopan santun. Semua itu sebagai manifestasi ketundukan kami sepenuhnya kepada kepemimpinan mereka serta demi pengakuan atas perwalian mereka.
Kami pun selalu mendukung para pencinta mereka dan menjauhi musuh-musuh mereka sebagai perwujudan kaidah-kaidah kecintaan serta penerapan norma-norma akhlak dalam hal kasih sayang terhadap keluarga Rasulullah saw.
Dengan demikian kami selalu bertindak sebagai Syi’ah (pendukung) sementara mereka selalu kami jadikan sebagai wasilah dan perantara.
Segala puji bagi Allah atas petunjuk-Nya kepada kami untuk mengikuti agama-Nya serta taufik-Nya atas kami untuk memenuhi seruan yang disampaikan oleh Rasulullah saw.
Agar berpegang teguh pada Ats-Tsaqalain (Al-Quran suci dan ‘itrah, keluarga suci Nabi saw.), serta memasuki “kota ilmunya” melewati “pintunya”. Yaitu “pintu pengampunan dosa”, “jaminan keamanan bagi segenap penghuni bumi”, serta “bahtera-bahtera penyelamat bagi umat ini”.
Segala puji bagi Allah yang telah menunjuki kami jalan ini. Sungguh kami tiada akan memperoleh hidayah seandainya Allah SWT tiada memberinya kepada kami.
Dalam kitab Ash-Shawa’iq, halaman 91, diriwayatkan dari Ibn Sa’ad bahwa Ali berkata:
Rasulullah saw. pernah mengatakan kepadaku bahwa sesungguhnya orang pertama yang masuk surga adalah aku, Fathimah, Al-Hasan dan Al-Husain. Aku bertanya, “Ya Rasulullah, bagaimana dengan para pencinta-pencinta kita?” Jawab beliau: “Mereka berada di belakang kalian.”
Ad-Dailami meriwayatkan – seperti yang tersebut dalam kitab di atas – sebuah hadis marfu’: “Putriku Fathimah diberi nama seperti itu karena Allah SWT telah memisahkannya serta para pencintanya dari jilatan api neraka.”[1]
Pada halaman dan kitab yang sama, Ahmad bin Hanbal dan Tirmidzi meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. menggandeng tangan Hasan dan Husain seraya bersabda:
“Siapa pun yang mencintaiku dan mencintai kedua anak ini, serta ayah dan ibu mereka berdua, maka ia akan bersamaku pada derajatku di Hari Kiamat kelak.”[2]
Dalam At-Tafsir Al-Kabir, Ats-Tsa’labi meriwayatkan dengan sanad kepada Jarir bin Abdullah Al-Bajali, bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda:
“Barangsiapa meninggal dunia dalam keadaan mencintai keluarga Muhammad,maka ia mati syahid. Barangsiapa mati dalam keadaan mencintai keluarga Muhammad, niscaya ia akan terampuni. Barangsiapa meninggal dunia dalam keadaan mencintai keluarga Muhammad, maka ia mati dalam keadaan bertobat. Barangsiapa mati dalam keadaan mencintai keluarga Muhammad, maka berarti ia mati dalam keadaan beriman yang sempurna. Barangsiapa mati dalam keadaan mencintai keluarga Muhammad, maka Malaikat Al-Maut beserta Munkar dan Nakir akan mengabarinya dengan surga. Barangsiapa me-ninggal dalam keadaan mencintai keluarga Muhammad akan diantar ke surga laksana pengantin perempuan yang diantar ke rumah suaminya. Barangsiapa meninggal dunia dalam keadaan mencintai keluarga Muhammad, maka Allah SWT akan menjadikan kuburannya sebagai tempat kunjungan Malaikat rahmat, Barangsiapa wafat dalam keadaan mencintai keluarga Muhammad, maka ia mati (sebagai pengikut) sunnah (Muhammad) dan anggota jamaah (kaum Muslim). Adapun orang yang meninggal dunia dalam keadaan membenci keluarga Muhammad, maka, di Hari Kiamat kelak, akan tertulis di antara kedua matanya ‘Orang ini telah putus asa dari rahmat Allah’.” (Al-Hadits) [3]
Az-Zamakhsyari telah menukilkan hadis ini, secara mursal, dalam tafsir ayat “Al-Mawaddah fi Al-Qurba”, surah Asy-Syura: 23, dalam kitab tafsir Kasysyaf-nya, sebagai hadis yang tidak mengandung keraguan sedikit pun. Demikian pula para penyusun tulisan mengenai “Manaqib” dan “Fadha-il” telah meriwayatkan hadis ini, adakalanya dengan menyebutkan sanadnya, namun adakalanya secara mursal, yakni tanpa merasa perlu menyebutkan sanadnya.
Anda pun pasti tahu bahwa martabat yang mulia ini dikaruniakan kepada mereka, mengingat bahwa mereka adalah “bukti-bukti Allah” yang amat kuat, tempat menimba air syariat-Nya yang jernih dan bersih. Mereka adalah orang-orang kepercayaan-Nya sepeninggal Nabi Muhammad saw. Dan mereka adalah duta-duta-Nya dalam penyampaian amar ma’ruf nahi munkar. Itulah sebabnya, barangsiapa mencintai mereka karena hal tersebut, maka ia adalah pencinta Allah dan siapa membenci mereka maka ia adalah pembenci Allah SWT. Mengingat hal inilah, Al-Farazdaq mengeluarkan bait-bait syairnya tentang mereka (Ahlul Bait):
مِن مَعشَرٍ حُبُّهُم
دِينٌ وَ بُغضُهُم
کُفرٌ وَ قُربُهُم مَنجًی وَ مُعتَصَمُ
إِن عُدَّ أَهلُ التُّقَی کَانُوا أَئِمَّتَهُم
أَو قِيلَ مَن خَيرُ أَهلِ الأَرضِ قِيلَهُم
Artinya :
Mereka itu dari keluarga mulia
kecintaan terhadap mereka adalah sebagian dari agama
kebencian terhadap mereka adalah kekafiran
Dekat kepada mereka berarti keselamatan!
Jika dihitung-hitung orang yang bertakwa
Merekalah pemuka-pemukanya!
Atau, bila ada orang yang bertanya:
Siapa penghuni bumi yang paling utama?
Jawabnya pasti: Itulah mereka!
Dalam kitab Ash-Shawa’iq, Bab IX, di bagian akhir Pasal 2, halaman 75, disebutkan bahwa Imam Ahmad merawikan dari Ali, yang berkata: Pernah Rasulullah saw mencariku lalu menemuiku di sebuah kebun. Beliau bersabda:
“Bangkitlah, demi Allah, sungguh aku akan membuatmu ridha! Engkau adalah saudaraku. dan ayah putra-putraku, Engkau berjuang demi tegaknya sunnahku. Barangsiapa mati dalam keadaan berpegang teguh pada pesanku, maka ia tergolong ahli surga. Dan barangsiapa wafat dalam keadaan mencintaimu, maka ia telah memenuhi kewajibannya. Dan siapa pun meninggal dunia dalam keadaan mencintaimu sesudah kematianmu, niscaya Allah SWT akan menjamin keselamatan dirinya serta keimanannya selama matahari masih terbit dan terbenam.”
Pada penjelasan makna kedua dari makna-makna yang disebut dalam penafsiran ayat “al-mawaddah fi al-qurba”, dalam kitabnya Ash-Shawa’iq, Ibn Hajar menyebutkan sebuah hadis: [4]
Nabi Muhammad saw. pada suatu hari muncul di hadapan sahabat- sahabatnya dengan wajahnya yang berseri-seri laksana bulan purnama.
Abdur-Rahman bin Auf bertanya mengenai itu. Maka Rasul saw. bersabda: “Berita gembira disampaikan Tuhanku kepadaku mengenai saudaraku, sepupuku serta putriku. Yaitu bahwa Allah mengawinkan Ali dengan Fathimah, dan memerintahkan malaikat Ridwan, penjaga pintu surga, untuk menggerakkan pohon thuba (di surga) sehingga menumbuhkan lembaran-lembaran sejumlah para pencinta Ahlul Bait-Ku. Dan Ia menciptakan di bawahnya malaikat dari cahaya, lalu menyampaikan satu lembar kepada setiap malaikat. Maka apabila tiba Hari Kiamat, berserulah para malaikat di antara seluruh makhluk. Dan tidak terkecuali seorang pun dari pencinta-pencinta Ahlul Bait melainkan disodorkan sehelai surat kepadanya sebagai tanda keselamatan dari azab neraka.
Dengan demikian, jadilah saudaraku, sepupuku dan putriku sebagai pembebas dari api neraka bagi sejumlah besar laki-laki dan wanita dari umatku.”
Hadis-hadis seperti ini tidak mungkin tercakup semuanya dalam tulisan ini. Namun cuplikan sebagiannya di atas, mudah-mudahan cukup memuaskan bagi siapa saja yang dikaruniai Allah SWT hidayah dan inayah-Nya.
Dan mudah-mudahan sesudah keterangan ini, setiap Syi’ah mengerti bahwa kalangan Ahlus-Sunnah telah berkata yang sebenarnya serta mengakui. Begitu pula semoga sebagian golongan Sunni mengetahui bahwa sesudah adanya berita-berita yang menggembirakan ini, tidak akan muncul lagi perasaan kurang senang terhadap saudara-saudara mereka dari kalangan Syi’ah.
Salam sejahtera serta rahmat Allah dan berkah-Nya atas mereka yang senantiasa mengikuti sunnah dan menjauhi segala bentuk fitnah. []
________________________________________
1. Begitu pula An-Nasai telah merawikan seperti itu, sebagaimana yang terdapat pada halaman 96 kitab Ash-Shawa’iq.
2. Abu Dawud telah pula merawikannya seperti tertulis pada halaman 103 dalam kitab Ash-Shawa’iq dan ditambahkan di dalamnya: “. . . dan mati dalam keadaan mengikuti sunnahku . . .” Dengan ini dapat diketahui bahwa mengikuti sunnah beliau tidaklah akan tercapai kecuali dengan mencintai mereka (keluarga Rasulullah saw.).
3. Yang dimaksud dengan “keluarga Muhammad” dalam hadis ini dan semacamnya adalah keseluruhan mereka yang diwakili oleh Imam-imam mereka. Yaitu mereka yang merupakan para khalifah (pengganti) Rasulullah saw., pengemban wasiatnya, wali-walinya serta pewaris-pewaris kekuasaannya. Dan mereka inilah yang disebut oleh beliau sebagai satu di antara dua tsaqal (benda amat berharga) di tamping tsaqal lainnya. yaitu Al-Quran, yang kedua-duanya tidak akan berpisah sampai Hari Kiamat. Maka, siapa saja berpegang erat-erat pada kedua-duanya pasti takkan tersesat, dan siapa saja yang meninggalkan kedua-duanya pasti takkan beroleh petunjuk.
Jadi yang dimaksud “keluarga Muhammad” di sini bukanlah mencakup semua orang per orang dari mereka. Karena martabat yang amat tinggi ini tidak akan diperoleh kecuali – secara khusus – oleh para wali Allah yang teguh menjalankan perintah-perintah-Nya. Hal ini sesuai dengan hadis-hadis sahih yang mutawatir dari saluran al-‘itrah, keluarga suci Rasulullah saw. Namun, memang benar bahwa mencintai seluruh keluarga Rasulullah saw. dan semua anak keturunannya merupakan kewajiban, mengingat bahwa mereka itu adalah ranting-ranting yang berasal dari pohon Rasulullah saw. yang suci. Hanya dengan cara seperti ini, akan diperoleh derajat yang dekat kepada Allah SWT serta syafaat dari datuk mereka, Rasulullah saw. Sehubungan dengan ini aku pernah mewasiatkan kepada anak-anakku supaya menuliskan hadis ini di atas kain kafanku, sesudah dua kalimat syahadat, agar aku dapat berjumpa dengan Allah SWT bersamanya. Kini kuulang-ulang lagi dan kutandaskan wasiatku kepada mereka. Dan hendaknya dituliskan pula di atas surbanku.
4. Baca kitab Ash-Sahawa’iq, halaman 103. Hadis ini juga dirawikan oleh banyak dari kalangan para penulis masalah manaqib dan fadha-il (keutamaan para sahabat).
Facebook : GenSyiah
Twitter : GenSyiah
Youtube : GenSyiah
0 komentar: