Wilâdah Imam Musa Al-Kazim
Imam Musa Al Kâzim lahir pada hari Ahad, bertepatan dengan tanggal 7 Safar tahun 120 H, di sebuah lembah yang bernama "Abwa". Lembah ini terletak diantara kota Mekah dan kota Madinah. Ibunda Imam Musa Al-Kâzim As bernama Hamida. Imam Musa Al-Kâzim mencapai Imamah pada usia 21 tahun.
Abû Basîr berkata: " Kami bersama Imam Ja'far melakukan safar ke Mekkah untuk menunaikan ibadah haji. Tidak lama setelah tiba di sebuah tempat yang dikenal dengan Abwa dan setelah menyantap sarapan pagi , Imam mendapat kabar bahwa Allâh Swt telah menganugerahinya seorang putra.
Dengan suka-cita dan gembira-ria Imam Ja'far segera menemui Hâmida, istrinya. Tidak lama kemudian, beliau kembali dengan wajah sumringah berkata: Allâh Swt telah menganugerahkan seorang anak kepadaku. Kelahiran putraku merupakan anugerah terbaik dari- Nya.
Ibundanya bercerita bahwa ketika putranya lahir, ia melakukan sujud dan memanjatkan rasa syukurnya kepada Allâh Swt. Perbuatan ini merupakan tanda dari Imamah beliau. Saat Imam Shâdîq tiba di Madinah, beliau menghidangkan jamuan makan selama tiga hari dan mengundang orang-orang yang tertimpa kesusahan dan orang-orang miskin.
Akhlak Mulia Sang Imam
Meskipun postur tubuh Imam As ramping dan kurus, namun beliau memiliki jiwa yang kuat. Baju dalam beliau terbuat dari bahan kain kasar. Beliau kadang-kadang berjalan kaki di tengah keramaian penduduk, menyampaikan salam pada mereka , mencintai keluarganya dan menghormati mereka. Imam Musa Al-Kâzim adalah orang yang peduli dan sangat perhatian terhadap kehidupan fakir miskin dan orang-orang yang tertimpa musibah. Pada malam hari, beliau memikul makanan di pundaknya untuk dibagikan kepada mereka yang membutuhkan secara sembunyi-sembunyi tanpa diketahui oleh mereka tentang keberadaan beliau. Bahkan setiap bulannya, Imam memberikan gaji kepada beberapa orang diantara mereka.
Salah seorang sahabat Imam berceritera tentang ketabahan dan kesabaran sang Imam. Ia berkata: " Musuh-musuhnya kadang-kadang merasa malu dan berkecil hati atas akhlâqul karîmah yang ditunjukkan oleh Imam". Suatu waktu, seseorang yang bermukim di Madinah , ketika ia melihat Imam, ia memintanya untuk berhenti dan kemudian menyampaikan kata-kata kasar yang berisi makian terhadap Imam. Para sahabat Imam berkata: "Izinkan kami untuk menghajarnya, wahai Imam". Imam berkata: " Biarkanlah jangan kalian ganggu ". Beberapa hari kemudian, tidak ada berita tentang orang tersebut. Imam menanyakan tentang kesehatan orang itu. Para penduduk berkata bahwa ia pergi ke ladangnya untuk bercocok tanam yang letaknya di luar kota Madinah. Mendengar kabar tersebut, Imam segera menunggangi kudanya dan bergerak menuju ke ladang orang tersebut. Ketika orang itu melihat kedatangan Imam, ia berteriak dengan lantang dari kejauhan. Ia berkata: " Jangan anda masuk ke ladangku. Aku adalah musuhmu dan musuh datuk-datukmu. Imam mendekatinya, menyampaikan salam menanyakan tentang kesehatan dan kesejahteraan hidup orang tersebut. Imam dengan ramah bertanya: " Berapa Dinar yang anda habiskan untuk biaya ladangmu ini? ". Ia menjawab: " Seratus Dinar." Imam bertanya lagi: " Berapa banyak keuntungan yang anda harapkan dari semua ini? ". Orang itu berkata: " Dua ratus Dinar ". Mendengar jawaban ini, Imam mengambil sekantong tas yang berisi uang tiga ratus Dinar dan memberikannya pada orang tersebut. Imam berkata: " Ambillah uang ini dan ladang ini juga tetap menjadi kepunyaanmu".
Orang yang selama ini berlaku kurang ajar dan kasar pada Imam itu, tidak pernah menyangka akan mendapatkan perlakuan seperti itu dari Imam. Ketika Imam ingin bertolak kembali ke Madinah, Imam Berkata: " Lepaskan amarahmu dengan cara seperti ini". (tetap menunjukkan Akhlak al-karimah, -penj). Al-Kâzim berarti orang yang mampu mengontrol amarahnya ketika mendapat gangguan dan membalasnya dengan kebaikan dan penghormatan. Perbuatan mulia ini telah membuat musuh-musuhnya menjadi sangat malu.
Telah menjadi kebiasaan Imam menunjukkan cinta kasih dan kehangatannya kepada kerabat beliau. Beliau berkata: " Apabila terdapat permusuhan yang terjadi diantara kerabat, jika mereka saling berjabat tangan erat ketika mereka berjumpa, maka permusuhan itu akan pergi dan sesama mereka akan saling senang satu sama lainnya dan bergembira.
Sikap Pemurah Imam
Imam masyhur dan dikenal diantara para penduduk akan kemurahan dan keramahannya yang ada pada beliau, seperti perbuatan Imam membebaskan seribu budak. Dan bantuan Imam kepada mereka yang dalam kesulitan dan terhimpit masalah hidup serta membayarkan utang-utang orang-orang yang terlilit utang.
Ibn Shar Ashâb menukilkan bahwa suatu hari " Khalifah Mansûr" mengundang Imam ke istananya dan meminta beliau untuk duduk di singgasana Khalifah pada hari tahun baru dan membawa hadiah-hadiah yang dibawa oleh para tetamu untuk dapat dimanfaatkan oleh Imam. Meskipun Imam tidak begitu tertarik untuk memenuhi undangan itu, namun beliau dengan terpaksa menerimanya. Beliau duduk di singgasana itu. Atas perintah Khalifah Mansûr para punggawa kerajaan, aristokrat dan para pembesar yang ikut dalam acara resmi tersebut, menyerahkan hadiah-hadiah yang mereka bawa kepada Imam As. Mansûr memerintahkan kepada salah seorang pelayannya untuk mencatat dan merekam secara detail jumlah hadiah itu dan menyiapkan perlengkapannya untuk diangkut oleh Imam. Di ujung acara itu, seseorang yang berusia lanjut datang dan berkata: " Wahai putra Rasulullâh, aku tidak memiliki sesuatu pun untuk aku serahkan kepadamu, akan tetapi aku memiliki beberapa sajak yang berhubungan dengan duka dan nestapa yang menimpa datukmu Imam Husain As, yang dapat aku persembahkan padamu, wahai Imam".
Orang itu kemudian mendeklamasikan sajaknya di depan Imam dan meninggalkan kesan yang sangat luar biasa dalam diri sang Imam. Beliau meminta pengawal Mansûr untuk pergi menjumpai Mansûr dan menanyakan tentang apa yang harus dilakukan dengan hadiah-hadiah tersebut. Pengawal tersebut beranjak menjumpai Mansûr dan setelah kembali, ia mengatakan bahwa: "Raja Hârun berkata: "Aku serahkan seluruh hadiah ini kepadamu. Anda bisa serahkan kepada siapa saja yang anda kehendaki.
Pandangan Imam jatuh kepada orang tua tadi, lalu beliau berkata: " Untuk syair yang telah anda deklamasikan sehubungan dengan nestapa dan bencana yang menimpa datukku, aku anugerahkan hadiah ini untukmu sehingga dengannya anda akan terbebas dari kemiskinan dan penderitaan.
Perjuangan Imam dalam Menghadapi Hidup
Imam Musa bercocok tanam di ladang yang menjadi kekayaan pribadi beliau dan dari hasil cocok tanam itu, Imam membelanjakannya untuk keperluan hidup sehari-hari. Kadang-kadang, karena kerja keras membuat seluruh badan beliau penuh dengan peluh.
Suatu hari, salah seorang sahabat Imam yang bernama "''Ali Batâinî" - yang memiliki hubungan kerja dengan Imam - datang mengunjungi beliau di ladangnya. Ketika ia melihat Imam dalam kesulitan dan kesusahan, ia pun menjadi sedih dan berkata: " Semoga jiwaku menjadi tebusanmu, wahai Imam, mengapa anda tidak membiarkan orang lain untuk melakukan pekerjaan ini.
Imam berkata: " Mengapa aku harus memikulkan pekerjaan ini ke pundak orang lain sementara mereka lebih baik dalam melakukan pekerjaan ini dari pada aku" . Aku bertanya: " Siapakah mereka itu " ?
Imam berkata: " Rasulullâh Saw, Amirul mukminin ''Ali As, ayahandaku dan datukku." Kerja dan payah adalah sunah para nabi, sunnah para awsiya Allâh, para hambanya yang sholeh, mereka ini senantiasa bekerja dan bersusah payah untuk memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari dengan hasil kerja yang mereka dapatkan.
Kezuhudan dan Ibâdah Imam Musa As
Imam As sangat terkenal dengan kezuhudan dan ibadahnya sehingga di mana pun orang bercerita tentang beliau, mereka berkata " Beliau adalah seorang pecinta ibadah dan ahli taat." Syaikh Mufid menulis tentang beliau, " Beliau adalah orang yang paling shaleh dan bertakwa pada zamannya. Pada malam harinya, beliau larut dalam salât dan bilamana beliau melaksanakan sujud beliau memanjangkannya dan air matanya luruh sehingga janggut beliau basah dengan air mata.
Syablanjî, seorang ulama Sunnî menulis tentang beliau, " Imam Musa Al-Kâzim As adalah orang yang paling bertaqwa dan zuhud pada zamannya. Beliau sangat arif, bijaksana, pemurah dan pengasih kepada siapa saja. Beliau membantu dan merawat orang-orang malang dan banyak waktunya dihabiskan untuk sibuk mengerjakan ibadah tanpa diketahui oleh orang banyak. Beliau berkata : " Yâ Allâh jadikan kematian mudah untukku dan ampuni dosa-dosaku sewaktu aku dihadapkan pada-Mu kelak dihari kiamat.
Beliau merupakan seorang pecinta Tuhan sejati sehingga membuat orang-orang menjadi takjub dan keheranan. Sedemikian rupa, sehingga ia pernah membuat Fadal si kepala penjara ikut menangis. Pembantu khusus Hârun , yang diutus ke penjara dengan misi untuk menarik perhatian dan menggoda Imam Musa As sehingga beliau tertarik kepadanya dan dengan demikian Hârun memiliki alasan untuk menghukum Imam, sangat terpukau oleh perangai Imam di dalam penjara sehingga ia kembali dalam keadaan menangis dan menyatakan keberatan atas keputusan Hârun memenjarakan Imam Musa As.
Hârun mencoba dan terus berupaya untuk mengalihkan perhatian Imam dari dirinya. Suatu hari, ia mengutus Yahyâ bin Khâlik ke penjara. Tugas yang diemban Yahyâ bin Khâlik ini adalah menyadarkan Imam untuk tidak menentang Khalifah dan menawarkan amnesti (ampunan) kepada beliau lalu membebaskan beliau pergi. Namun Imam tidak menerima tawaran itu. Imam As menulis surat kepada Hârun yang berisikan : " Setiap hari aku lalui dengan kesusahan sementara engkau lalui hari-harimu dengan ketenangan dan kesejahteraan. Nantikanlah hingga diantara kita disidang di mahkamah Ilahi, ketika orang-orang licik akan menjadi pecundang dan terkalahkan.
Alasan mengapa penjara Imam diganti adalah karena permintaan Hârun terhadap setiap sipir penjara untuk mengeksekusi Imam namun mereka tidak bersedia untuk memenuhi permintaan Hârun tersebut. Hingga akhirnya Sindî yang memiliki hati bak batu itu bersedia untuk menjadi algojo meracuni Imam As.
Hârun dengan menggunakan saksi-saksi palsu dan orang-orang bayaran mencoba menunjukkan kepada khalayak bahwa kematian Imam adalah sebuah kematian yang wajar dan alamiah. Siasat licik dan keji ini digunakan untuk menghindari pemberontakan murid-murid dan orang-orang yang setia pada Imam. Namun segalanya sia-sia. Ujungnya, dengan usaha-usaha salah seorang yang memiliki hubungan dengan Hârun yang bernama " Sulaîman " memimpin pemberontakan yang terjadi di Baghdad. Upacara Penguburan Imam yang mereka rencanakan berlangsung secara rahasia dan sembunyi-sembunyi gagal. Hârun dalam keadaan terpaksa ikut serta melayat jenazah kudus Imam dan menghadiri upacara penguburan beliau. Keikutsertaanya merupakan hal yang tidak dapat dihindari olehnya.
0 komentar: